Perwakilan ASEAN Bertemu Pemimpin Junta Myanmar
NAYPYITAW, SATUHARAPAN.COM-Perwakilan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bertemu dengan pemimpin junta Myanmar pada hari Jumat, enam pekan setelah pertemuan darurat regional tentang krisis negara itu menyusul kudeta militer yang menjanjikan solusi, tetapi tidak menghasilkan hasil yang nyata.
Penyiaran negara, MRTV, menunjukkan pertemuan Jenderal Senior Min Aung Hlaing dengan Menteri Luar Negeri Kedua Brunei, Erywan Yusof, dan Sekretaris Jenderal ASEAN, Lim Jock Hoi, tetapi hanya memberikan garis besar prmbicaraan mereka.
Awal pekan ini, seorang diplomat Indonesia mengatakan tujuan delegasi adalah untuk meminta persetujuan Myanmar atas utusan khusus ASEAN untuk mengatasi krisis, yang belum disebutkan namanya. Dia mengatakan pemilihan utusan melibatkan kedua belah pihak, membuat prosesnya lambat. Dia berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk berbicara kepada media tentang masalah ini.
Pemerintah Persatuan Nasional
Pertemuan hari Jumat mendapat tanggapan dingin dari anggota pemerintah bayangan, oposisi Myanmar. Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG) mengatakan pada konferensi pers online bahwa ASEAN harus bertemu dengan mereka juga, bukan hanya militer.
“Setiap diskusi, setiap pertemuan tentang masa depan rakyat Myanmar harus melibatkan rakyat Myanmar, suara (mereka) harus didengar,” kata Sa Sa, juru bicara NUG.
Penunjukan utusan ASEAN adalah salah satu dari lima poin yang disepakati pada KTT regional di Jakarta pada bulan April, yang dihadiri Min Aung Hlaing. KTT itu dilakukan dengan keberatan dari lawan junta yang mengatakan undangan itu melegitimasi perebutan kekuasaannya.
Tak lama kemudian, juru bicara pemerintah militer mengatakan hanya akan mengizinkan utusan itu berkunjung setelah keamanan dan stabilitas di negara itu tercapai.
Milisi Etnis
Militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada 1 Februari, dengan mengatakan kemenangan telak partainya dalam pemilihan November lalu dihasilkan dari kecurangan pemilih secara besar-besaran. Tetapi itu belum menunjukkan bukti yang kredibel untuk mendukung klaimnya.
Pasukan keamanan secara brutal menekan protes rakyat yang meluas terhadap pengambilalihan militer, menembakkan peluru tajam ke kerumunan dan melakukan gelombang penangkapan. Hingga Jumat, 845 orang telah tewas dalam tindakan keras itu, menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik yang independen.
KTT Jakarta juga mencapai kesepakatan untuk segera mengakhiri kekerasan, memulai dialog antara pihak-pihak yang bertikai, melakukan dialog yang dimediasi oleh utusan khusus dan mengizinkan bantuan kemanusiaan. Namun sejauh ini belum ada yang dilakukan.
Brunei memimpin dalam negosiasi dengan junta Myanmar karena saat ini memegang kepemimpinan bergilir ASEAN, yangv beranggota Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Dalam konferensi pers online, Sa Sa juga mengatakan jumlah milisi rakyat yang mengangkat senjata melawan pemerintah militer akan meningkat pesat dalam menghadapi “pemerintahan teror.”
"Akan ada lebih banyak pasukan yang akan muncul dalam beberapa bulan mendatang," katanya. “Itu akan di luar kendali. Itu sebabnya kami mengatakan kepada komunitas internasional untuk membantu kami menghentikan kudeta ini. Kami membutuhkan stabilitas di Myanmar.”
Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok bersenjata sipil telah muncul di beberapa wilayah negara itu, sering kali menggunakan senjata rakitan atau senapan berburu tua untuk melawan tentara dan polisi, dengan beberapa keberhasilan.
Beberapa kelompok aktivis pro demokrasi telah melarikan diri ke hutan untuk menerima pelatihan tempur dari kelompok bersenjata etnis yang telah berjuang untuk otonomi yang lebih besar selama beberapa dekade. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...