Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 12:47 WIB | Jumat, 07 Februari 2014

Pesan dari Kasus Corby

Schapelle Leigh Corby. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM – Hari Jumat (7/2) ini, Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, akan mengumumkan pemberian bebas bersyarat kepada 1.700 narapidana. Banyak pihak mengatakan bahwa di antara yang akan mendapatkan putusan bebas bersyarat adalah Schapelle Leigh Corby, narapidana kasus narkotika.

Pihak kementerian itu memang menyebutkan masih menelaah pembebasan bersyarat, termasuk untuk Corby. Telaah dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang dibentuk Kemenhuk dan HAM. Dan Amir akan menandatangani surat pembebasan bersyarat para tahanan tersebut.

Namun pada Oktober tahun lalu ada berita bahwa Direktur Informasi dan Komunikasi Ditjen Pemasyarakatan, Ayub Sutarman, mengatakan bahwa berkas pembebasan bersyarat Corby belum lengkap. Masih dibutuhkan surat jaminan dari Kedutaan Besar Australia.

Namun demikian, reaksi publik atas rencana ini langsung muncul dan keras, termasuk dari kalangan legislatif. Hal itu manambah panjang daftar kontroversi dari kasus Corby di tengah Indonesia menghadapai masalah besar perdagangan obat-obat terlarang yang makin mengancam bangsa ini.

Kronologi Kasus Corby

Corby adalah perempuan asal Brisbane, Australia kelahiran 10 Juli 1977. Mantan pelajar sekolah kecantikan ini ditangkap karena di dalam tasnya ditemukan 4,2 kilogram ganja, ketika dia mendarat di Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar, pada 8 Oktober 2004. Tentu saja dia membantah memiliki ganja itu. Namun ayah kandung Corby, Michael Corby, juga pernah tertangkap basah membawa ganja pada awal tahun 1970-an.

Corby didakwa dan dituntut hukuman seumur hidup, namun vonisnya menjadi penjara selama 20 tahun pada 27 Mei 2005, dan denda Rp 100 juta. Pada tingkat banding Oktober 2005 dengan menghadirkan saksi baru, pengadilan mengurangi hukumannya menjadi 15 tahun penjara.

Pada Januari 2006 putusan kasasi Mahkamah Agung kembali memutuskan hukuman untuk Corby menjadi 20 tahun. Dasarnya, narkotika yang dibawa Corby jenis kelas I yang berbahaya.

Namun, Corby tampaknya istimewa bagi pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan mengabulkan permohonan grasinya pada 2012, dan Corby mendapatkan kembali pengurangan hukuman selama lima tahun. Grasi ini dikritik pedas, karena tidak cukup menjelaskan penyesalan oleh Corby.

Jika Kemenkum HAM juga mengabulkan pembebasan bersyarat, maka Corby kemungkinan cukup sampai 2015 berada di Lapas Kerobokan, Bali. Hal ini jika Corby terus mendapatkan pengurangan hukuman melalui remisi, seperti yang didapatkan pada 17 Agustus lalu selama enam bulan. Maka Corby hanya menjalankan hukuman sekitar 11 tahun dari 20 tahun vonis terakhir oleh MA.

Kontroversi Corby

Kontroversi kasus Corby bukan hanya tentang sikap dia yang tidak mengakui ganja dalam tasnya. Bahkan publik Australia cenderung menganggap Corby sebagai orang sial, dan menghadapi nasib atas hukum yang dinilai buruk di Indonesia. Pendapat itu lebih banyak muncul karena hubungan yang tak baik antara Indonesia dan Australia.

Sebaliknya, publik Indonesia justru menilai hukum di Indonesia tengah dipermainkan dengan memberikan keistimewaan pada Corby. Pemerintah SBY dituding ditekan pemerintah Australia. Protes atas grasi, pengurangan hukuman dan bebas bersyarat untuk Corby justru ditujukan pada pemerintah dan dinilai lembek atau ada main belakang.

Kasus Corby sendiri sempat mendapatkan perhatian publik Australia, karena sidangnya disiarkan langsung oleh televisi negara itu. Memang ada pertanyaan bagaimana kasus ini sebegitu penting bagi Australia, sehingga diberitakan secara khusus. Bukan hanya itu, berbagai kasus yang sifatnya intimidasi juga terjadi, dan disebut-sebut terkait kasus itu, seperti pada tahun 2005 ada surat ancaman disertai sebutir peluru yang ditujukan ke Konsulat Jenderal Indonesia di Perth, Australia.

Belajar

Kasus Corby telah menimbulkan kecaman luas, terutama pada pemerintah Indonesia, dan yang terakhir berkaitan dengan grasi oleh presiden. Namun sekarang ini pemerintah mencoba melawan arus padangan publik Indonesia, dan cenderung sejalan justru dengan publik Australia pendukung Corby. Ini tentu saja melukai rakyat yang tengah berjuang untuk mengatasi kejahatan besar narkotika.

Pemerintah ini sesumbar Indonesia bebas narkoba pada 2015 (tahun depan dan tak lama lagi). Namun tindakannya justru bertentangan dengan yang diucapkan. Pemerintah sendiri tampak tidak belajar dari kasus yang terjadi, bahkan tidak peduli dengan apa yang diucapkan.

Jika Kemenkum HAM benar memasukkan Corby dalam pembebasan bersyarat, maka hal itu akan menjadi pesan yang kuat bagi kriminal narkoba bahwa Indonesia memang makin menjadi “surga” bagi kejahatan ini. Dan sekaligus pesan bahwa pemerintah ini kehilangan kredibilitas.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home