Honor Saksi Pemilu Tanda Partai Tak Siap
SATUHARAPAN.COM – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan ada dana untuk honor bagi saksi pada pemilihan umum parlemen tahun 2014 ini. Secara keseluruhan Bawaslu mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun.
Dana itu untuk membiayai Mitra PPL (Pengawas Pemilu Lapangan) sebesar Rp 800 miliar, dan honor untuk saksi dari partai politik sebesar Rp 700 miliar. Mereka akan mengawasi pemungutan suara dan penghitungan suara di 545.778 tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia.
Tentang anggaran yang aneh ini, di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) muncul dua pendapat; satu pihak menolak, yang lain justru menyambut dengan gembira bahkan mendesak segera direalisasikan. Tentang siapa yang mengusulkan adanya dana itu, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, mengaku tidak ingat, tapi dana untuk Mitra PPL datang dari Bawaslu.
Di kalangan para pengamat, dana untuk honor saksi dari parpol itu mencerminkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggadaikan independensinya. Lagipula dana itu tidak mempunyai landasan hukum yang jelas.
Dana itu sendiri belum dikeluarkan, khususnya sebesar Rp 700 miliar untuk honor saksi dari parpol. Menteri Keuangan menunggu adanya Peraturan Presiden terlebih dahulu. Kementerian Keuangan menyatakan masih menunggu Perpres untuk mengucurkan dana tersebut.
Apa Yang Aneh?
Masalah dana ini terasa aneh, karene Mendagri sendiri tak ingat dari mana asal usulan untuk dana yang cukup besar itu. Apakah rapat-rapat untuk membahas hal seperti ini tidak ada notulen lengkap?
Saksi dari partai politik peserta pemilu adalah urusan partai politik, sehingga kalau harus ada honor untuk mereka adalah urusan partai politik. Jadi aneh, kalau tiba-tiba Bawaslu, atau lembaga manapun yang mengusulkannya, seolah-olah mau menjadi “dermawan” bagi partai politik.
Apakah usul itu dari bawaslu atau dari Mendagri, keduanya adalah lembaga yang seharusnya independen dan tidak “sok” tampil sebagai berbaik hati pada parpol. Jika dikatakan toh itu diberikan kepada semua partai politik, bahkan mungkin sama banyak untuk semua partai politik, itu juga tidak mempunyai dasar hukum.
Pemilihan umum yang jujur dan adil, serta mencerminkan prinsip langsung, umum, bebas dan rahasia, tidak bergantung pada adanya honor bagi saksi dari parpol. Ada banyak faktor yang menentukan yang semuanya bermuara pada ketaatan pada semua aturan main yang ditetapkan.
Bawaslu sendiri sejauh ini mencerminkan lembaga pengawas yang lembek. Pelanggaran kampanye pemilu sudah menjadi pemandangan di publik, dan lembaga ini diam saja. Justru pengajuan dana untuk saksi parpol ini mencerminkan kerja yang tidak fokus pada terwujudnya pemilu yang berkualitas.
Parpol Tak Siap
Keanehan yang lain adalah ada parpol yang setuju, bahkan mendorong. Sejauh ini tercatat tiga partai yang menyatakan menolak, yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura dan Partai Geridra. Partai lain yang menerima menyebutkan sebagai semacam bantuan untuk kesetaraan bagi saksi parpol. Sebuah pernyataan yang naif.
Mengapa aneh? Partai politik yang tidak bisa menghadirkan saksi di setiap TPS berarti partai yang miskin atau kekurangan kader. Atau kalau kader itu hanya mau menjadi pengawas kalau ada honornya, berarti partai itu memiliki kader yang lembek. Ini kader parpol yang berbahaya yang mentalnya dibangun dengan relasi transaksional.
Parpol yang kuat dalam kaderisasi, sudah semestinya selalu siap untuk menghadirkan saksi yang militan, yang kehadiran dan kerjanya tak bergantung pada semata-mata ada atau tidak adanya “bayaran.”
Jadi, partai yang setuju, apalagi yang mendorong-dorong dana honor untuk saksi parpol mencerminkan ada aspek ketidak-siapan untuk menjadi peserta pemilu, dan tidak siap untuk mengawal pemilu yang jurdil dan luber, serta berkualitas.
Dana dari pemerintah untuk honor saksi parpol tidak pantas dikeluarkan, apalagi di tengah situasi banyak saudara kita menjadi korban bencana banjir dan tanah longsor, serta letusan gunung. Namun lebih penting adalah tidak ada dasar hukum dan argumentasi yang kuat.
Satu hal yang pantas diambil hikmahnya dari munculnya isu ini adalah rakyat diberi informasi tentang mana parpol yang siap dan yang tidak siap untuk pemilu. Dan, tentu saja, mencerminkan kesiapan mereka memikul amanat rakyat. Sekarang rakyat menjadi makin tahu mana parpol yang tak pantas dipilih, dan pilihan di depan makin mengerucut.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...