Pesantren Kilat Inklusi Digelar di 17 Kota, Non Muslim Ikut Jadi Peserta
SERANG, SATUHARAPAN.COM – Anak muda di sejumlah kota, mengikuti pesantren kilat inklusi yang mengajarkan pentingnya toleransi dan perdamaian berdasarkan persepektif Islam. Tidak seperti kebanyakan event sejenis, kegiatan ini diikuti peserta Muslim dan Non Muslim.
Pesantren kilat inklusi bertajuk Peacesantren ini diselenggarakan oleh organisasi Peace Generation atau Peacegenid, yang aktif mengkampanyekan perdamaian dan kontra ekstremisme kekerasan.
Kegiatan pesantren kilat inklusi ini sudah digelar sejak 2010, dan tahun ini diselenggarakan di 17 kota dari Aceh hingga Maluku.
Pada kegiatan Peacesantren putaran pertama di Kota Serang, Banten, yang digelar 10-12 Mei 2019, diikuti 20 remaja tingkat SMP dan SMA.
Menurut salah satu penyelenggaranya, Nuraini, tidak seperti penyelenggaraan sebelumnya lima peserta Non Muslim yang sudah mendaftar batal ikut, karena berbenturan dengan kegiatan ibadah di gereja mereka.
"Pada dua Peacesantren sebelumnya yang kami gelar, selalu ada peserta Non Muslimnya. Mereka sangat senang ikut pesantren kilat ini. Mereka bahkan yang memasak dan menyiapkan tajil sementara teman Muslim mereka mengikuti kultum," kata gadis yang sudah tiga tahun menjadi agen of Peace di wilayah Serang, Banten itu.
Berbeda dengan kegiatan pesantren kilat pada umumnya yang banyak digelar selama bulan puasa Ramadan, Peacesantren tidak hanya diikuti peserta Muslim saja tapi juga terbuka untuk peserta dengan latar belakang agama lain.
Founder Peace Generation, Irfan Amalee, mengatakan organisasinya berusaha melakukan terobosan pada acara pesantren kilat yang banyak dilakukan selama bulan Ramadan untuk mengajarkan nilai-nilai perdamaian dan toleransi.
Peserta Peacesantren akan belajar nilai-nilai itu berdasarkan Alquran dan Hadist, melalui kurikulum pengajaran perdamaian dan kontra ekstremisme kekerasan, yang dikembangkan Irfan Amalee melalui organisasinya Peace Generation, yaitu 12 nilai perdamaian.
"Dengan menggunakan metode games yang asyik dan seru, peserta akan belajar tentang 12 nilai dasar perdamaian sambil mempelajari ayat-ayat Alquran tentang perdamaian dan juga Hadist tentang sikap saling menyayangi dan anti bullying." kata pria yang akrab disapa Kang Irfan itu, seperti dilansir abc.net.au, pada Selasa (14/5).
Irfan Amalee mengatakan, ibadah di bulan suci Ramadan memiliki prinsip sejalan dengan perdamaian, yakni mengolah kecakapan untuk menahan diri dari kekerasan. Sehingga ini menjadikan Ramadan sebagai waktu terbaik untuk mempromosikan nilai-nilai itu di masyarakat.
"Selama Ramadan orang harus menahan diri dari segala hal mulai dari ngemil, ngomel sampai ngemall. Perdamaian itu mencegah kekerasan dan beberapa riset menunjukkan kekerasan erat kaitannya dengan pola makan. Jadi ketika hal ini dikendalikan ini menjadi saat yang sangat tepat untuk mengajarkan perdamaian."
Kurikulum 12 Nilai Perdamaian
Peacesantren, hanyalah satu dari sejumlah model pendekatan yang digunakan Irfan Amalee dalam mengkampanyekan perdamaian dan toleransi di Indonesia, melalui NGO Peace Generation yang didirikan sejak 2008.
Selama 12 tahun terakhir, Peace Generation mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi, melalui kurikulum pengajaran khusus yang disusun Irfan Amalee bersama sahabatnya, Erik Lincoln, dari Amerika Serikat yang dikenal dengan modul 12 nilai dasar perdamaian.
Ke-12 nilai itu, dipromosikan melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh jejaring agen perdamaian yang jumlahnya puluhan ribu orang di seluruh Indonesia, yang kemudian menyelenggarakan acara roadshow atau camping perdamaian bagi remaja di sekolah, mulai dari PAUD sampai perguruan tinggi maupun komunitas.
"Dari awalnya hanya melalui model cetak seperti buku dan boardgame, sekarang sudah semakin konvergen pakai media online, digemifikasi ada games-nya, kita juga bahkan sudah menggunakan virtual reality. Di training-training kita juga menggunakan quantum learning dan fun learning,” katanya.
Kurikulum 12 nilai dasar perdamaian itu sendiri, disusun Irfan Amalee bersama rekannya Erik Lincoln, guru bahasa Inggris dari Amerika Serikat (AS). Selain di Indonesia, kurikulum pengajaran perdamaian ini juga diperkenalkan di sejumlah negara.
Irfan Amalee mengatakan, banyaknya peristiwa intoleransi dan terorisme telah meningkatkan kesadaran pentingnya perdamaian dan toleransi. Tantangannya saat ini adalah bagaimana mempertahankan semangat dan kesadaran itu.
"Tantangannya adalah, menjaga agar mereka mau terus berkomitmen dalam jangka panjang, untuk terus berkegiatan mempromosikan nilai-nilai perdamaian." kata Irfan Amalee.
Raih Australia Alumni Awards 2019
Irfan Amalee mengatakan, kerja sosial yang dilakukannya bersama Peace Generation sangat dipengaruhi oleh pengalamannya mengikuti sejumlah program di Australia, yakni Australia-Indonesia Muslim Exchange Program (AIMEP) dan counter terrorism short term award.
Terinspirasi oleh kedua program tersebut, kini sejak 2012 Peace Generation juga mempromosikan gerakan pencegahan ekstremisme kekerasan.
"Dari story of change yang kami kumpulkan ternyata begitu banyak anak-anak yang berubah, yang sempat terekrut oleh kelompok violent extremism, mereka menyadari bahaya violent extremism melalui games ini dan merasakan perubahan," katanya.
Atas inovasi yang dilakukannya dalam mempromosikan perdamaian ini, Irfan Amalee beberapa waktu lalu memenangkan penghargaan untuk kategori Inovasi dan Kewirausahaan 2019 dari Australian Awards Indonesia di Kedutaan Australia di Jakarta. Ia dipilih dari ribuan alumni program pendidikan Australia.
Ini menjadi penghargaan ke-12 yang diraih Irfan Amalee bersama organisasi besutannya Peace Generation sejak 2007.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...