PGI dan Gereja Anggota UEM Berdialog dengan Warga dan Pemerintah Papua Barat
SORONG, SATUHARAPAN.COM-Selama sepekan penuh Sekretaris Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty bersama rekan-rekan gereja anggota UEM Indonesia mengunjungi Papua Barat, dan melakukan percakapan dengan berbagai pihak.
Mereka bertemu Gubernur Papua Barat, beberapa Bupati dari Papua Barat, MRPB, NGO, DPR, pihak gereja (GKI Tanah Papua, baik Sinode maupun Klasis dan jemaat), dan PGGP Papua Barat, seperti dilansir situs PGI.
Kesempatan kunjungan juga dimanfaatkan untuk mendatangi beberapa wilayah, serta mendengar langsung kisah warga yang terimbas dampak perkebunan sawit, keberanian Bupati Sorong menggugat perkebunan sawit, dan memenangkan gugatannya sampai tingkat banding.
Dalam kunjungan ke Distrik Maybrat yang berjarak lebih kurang enam jam perjalanan dari Kota Sorong, Pdt. Jacky, biasa dia disapa, memisahkan diri dari tim UEM, dan berkesempatan menetap semalam bersama warga Desa Kisor, di Distrik Maybrat, yang mulai kembali ke desanya.
Warga desa tersebut mengungsi sejak 2 September 2021 akibat penyerangan pos jaga tentara di desa mereka oleh kelompok KKB yang berdampak tewasnya empat orang prajurit TNI AD. Tragedi mana diikuti dengan penyisiran oleh aparat yang memporak-porandakan harta milik warga desa Kisor, dan sejumlah desa lain di sekitar mereka. Warga desa silih berganti menuturkan kisah trauma mereka terkait peristiwa itu.
“Selama sehari di Kisor saya menjumpai juga beberapa keluarga yang anak-anaknya ditahan aparat akibat penyerangan dadakan ke pos tentara di situ. Beberapa dari mereka masih dalam status DPO (daftar pencarian orang). Rumah-rumah warga yang saya lewati tampak porak poranda. Sekalipun tidak dibakar atau dihancurkan, namun isi rumah umumnya dijarah habis,” kata Pdt. Jacky.
“Menarik untuk melihat dan mengetahui bahwa pos aparat yang diserang di desa itu hanya berjarak sekitar 200 meter dari posko Komite Nasional Papua Barat (KNPB), salah satu sayap politik gerakan pembebasan Papua Barat, di desa itu,” katanya.
Sejauh ini, lanjut Pdt. Jacky, tak ada ketegangan antara kedua pos yang berdekatan itu hingga terjadinya tragedi 2 September 2021. Dari tuturan warga, ada peristiwa-peristiwa yang menyisakan sejumlah pertanyaan tak terjawab terkait strategi pengamanan yang dilakukan aparat keamanan di wilayah itu. “Syukurlah, sekalipun belum semua warga kembali dari pengungsian, pagi tadi aktivitas persekolahan dan pelayanan kesehatan di Desa Kisor secara resmi dimulai lagi setelah berbulan-bulan terhenti akibat tragedi itu,” katanya.
Esoknya, Sekum PGI itu meninggalkan Kisor dan bergabung dengan rekan-rekan UEM di Ayamaru untuk mendiskusikan pengalaman bersama, sebelum bertolak ke Kota Sorong. Dalam diskusi tersebut, menurutnya, ada banyak kisah menarik yang kami temukan dari limpahan narasi lokal yang dikumpulkan.
“Satu hal yang pasti, kami semakin disadarkan bahwa narasi-narasi lokal yang kami dengar sangat berjarak dengan narasi-narasi dominan tentang Papua yang kami dengar di luar Papua. Seorang teman pimpinan gereja berbisik pada saya, ternyata kenyataannya beda sekali dengan apa yang kami baca dan dengar melalui berbagai media di luar sana. Kami mendoakan untuk kedamaian di Tanah Papua,” pungkasnya.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...