PGI Minta Presiden Jokowi Selesaikan Masalah HAM Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menyelesaikan masalah pelanggaran HAM masa lampau, khususnya yang terjadi di Papua.
Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi dengan pimpinan PGI yang terdiri dari Ketua Umum Pdt Henriette Lebang, Sekretaris Umum Pdt Gomar Gultom, dan Ketua PGI Pdt Albertus Patty di Istana Merdeka, Jakarta, hari Rabu (18/1).
Dihadapan Presiden secara khusus Pdt Gomar Gultom, menyatakan bahwa penyelesaian masalah-masalah Hak Asasi Manusia di Papua sampai saat ini masih mengambang dan belum tuntas.
"Tim bentukan Menkopolhukam yang pada waktu lalu sudah mulai bekerja hingga kini tak kunjung usai, termasuk masalah Paniai dan lain-lain," kata Gomar Gultom.
Terhadap hal itu, Presiden Jokowi mencatat dan berjanji akan menindaklanjutinya.
"Dengan menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, akan tercipta rasa aman di kalangan penduduk dan penyelesain tuntas masalah ini akan mencegah kejadian berulang," kata Ketum PGI menambahkan.
Selain itu, Pdt Gomar Gultom mengangkat masalah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (PUB) yang muatannya masih memerlukan kajian mendalam, karena bukannya menjamin kebebasan beragama yang diamanatkan oleh konstitusi, tetapi malah memuat pembatasan-pembatasan.
"Yang kita butuhkan adalah pengaturan, bukan pembatasan, demi terjaminnya kebebasan beragama," kata Pdt Gomar Gultom.
Dalam percakapan itu, PGI dan Presiden sepaham, pembahasan issu sensitif seperti RUU PUB ini belum saatnya dilakukan di DPR, dalam konstalasi politik seperti sekarang ini.
Dalam siaran pers PGI, Presiden Jokowi mengatakan berbagai bentuk aksi intoleransi dan pemaksaan kehendak yang marak terjadi belakangan ini adalah akibat dari sebuah proses panjang yang selama ini tak begitu dirasakan.
"Fenomena November-Desember lalu adalah akibat dari pembiaran yang panjang, terutama di sisi ketimpangan ekonomi", demikian disampaikan oleh Presiden Jokowi ketika menyambut kehadiran pimpinan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PG) di Istana Merdeka.
"Kita sekarang ini melihat gerakan radikalisme yang dilakukan oleh organisasi-organisasi yang difasilitasi demi kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, kami meminta kepada Pimpinan PGI untuk menyampaikan kepada umat, bahwa pemerintah kini berupaya mengendalikan keadaan," katanya.
Presiden mengatakan akan menindak organisasi-organisasi yang meresahkan. Menurut dia, sudah ada langkah-langkah yang ditempuh dan yang masih dipersiapkan.
"Jangan ada anggapan pemerintah takut atau tidak melakukan apa-apa. Proses hukum satu demi satu sudah dimulai. Ketika menyangkut eksistensi kita sebagai bangsa, ini masalah serius, dan harus kita selesaikan. Kita hanya menunggu momentum yang tepat."
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden untuk merespons keprihatinan yang diungkapkan oleh Pimpinan PGI dengan maraknya aksi-aksi intoleransi dan politisasi agama, yang mengganggu bukan saja hubungan antar agama, tapi sudah menciderai konstitusi.
PGI juga menyampaikan keprihatinan dengan kecenderungan memaksakan kehendak lewat pengerahan massa, sebuah kecenderungan yang kalau dibiarkan akan menghambat upaya penegakan hukum.
Di awal percakapan, Ketua Umum PGI, Pdt Dr Henriette Lebang mengapresiasi capaian dua tahun pemerintahan Jokowi-JK yang telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, dibandingkan masa-masa sebelumnya, seperti pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi dunia, pembangunan infrastruktur yang merata dan langkah-langkah penertiban menuju tata pemerintahan yang lebih hemat, efisien dan transparan, serta pemangkasan beragam regulasi yang berbelit di bidang ekonomi.
Ketum PGI juga menghargai langkah-langkah dan pendekatan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi berhubung dengan masalah yang berkembang akhir-akhir ini terkait issu penodaan agama dan aksi-aksi yang mengikutinya.
Menurutnya, gereja-gereja di Indonesia tetap mendoakan dan mendukung langkah-langkah Presiden, Wapres dan Kabinet dalam upaya melindungi segenap warga serta mencerdaskan dan menyejahterakan masyarakat
Dalam kesempatan itu, Pdt Albertus Patty, menyatakan keprihatinan atas pola pendidikan di sekolah yang belakangan ini menjadi sangat segregatif. Menurut Patty, betapa perlunya penggalian kembali nilai-nilai Pancasila dan pendidikan multikulturalisme dikembangkan di sekolah-sekolah.
Hal itu disambut baik oleh Presiden Jokowi dengan mengatakan, "Sudah saatnya pendidikan dibebaskan dari paham-paham sektarian dan pemaksaan simbolik-simbolik keagamaan. Olehnya pendidikan budi pekerti dan nilai-nilai kesantuanan akan segera dimulai"
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...