Phragmites, Tanaman Invasif Bantu Cegah Perubahan Iklim
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Meningkatnya jalur-jalur perdagangan di seluruh dunia telah memungkinkan penyebaran jenis-jenis tanaman dan hewan, baik secara disengaja atau tidak. Ada hewan dan tanaman yang berhasil tumbuh dan berkembang baik di tempatnya yang baru, tapi ada juga yang justru merusak habitat yang sudah ada.
Banyak tempat sedang berusaha menumpas spesies-spesies yang merusak ini, tapi kadang-kadang, walaupun dianggap merusak, mereka juga bisa dimanfaatkan dengan baik.
Sebuah tanaman gelagah yang disebut phragmites, berasal dari Eropa dan kini telah merasuk ke banyak kawasan atau lahan-lahan basah di Amerika
Apabila tumbuh di satu tempat, tanaman ini dengan cepat menyebar dan mengalahkan jenis-jenis tanaman air lainnya, kata Christina Simkanin, pakar biologi di pusat riset lingkungan Smithsonian di Washington Amerika Serikat.
“Tanaman ini tumbuh dan berkembang lebih cepat dan lebih besar dari jenis alang-alang yang biasa. Tanaman yang disebut phragmites ini dengan cepat akan mengalahkan tumbuhan alang-alang yang biasa.”
Karena batang tanaman ini keras seperti bambu kecil dan tumbuh sangat rapat, burung tidak bisa membuat sarang, dan, batang alang-alang ini terlalu keras dan sulit untuk dimakan oleh hewan.
Jenis-jenis tanaman invasif ini mengancam ekosistem pantai di seluruh dunia, dan mengurangi akses pada air bersih, makanan dan keuntungan lainnya yang diberikan oleh lahan-lahan basah pada manusia.
Kendati begitu, tanaman liar ini punya satu kebaikan, karena mereka bisa menyerap gas karbon dioksida, yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang mengakibatkan peningkatan suhu bumi, kata Christina Simkanin.
Ketika Simkanin dan rekan-rekannya, mempelajari ekosistem pesisir di seluruh dunia, mereka mendapati kawasan yang ditumbuhi oleh alang-alang liar seperti phragmytees ini ternyata menyerap 40 persen lebih banyak gas karbon dioksida dibanding tanaman gelagah lainnya.
“Tanaman liar yang invasif ini seringkali dianggap sebagai perusak, tapi kalau dilihat aspek lainnya, tampak bahwa mereka bisa menyerap dan menyimpan gas karbon dioksida lebih banyak dan lebih cepat pula.”
Christina Simkanin tidak menganjurkan supaya kita memusnahkan semua tanaman phragmytees, karena masalahnya tidaklah semudah itu.
Riset yang dilakukan oleh lembaga Smithsonian itu menunjukkan bahwa tanaman phragmytees, justru akan lebih bermanfaat karena adanya peningkatan suhu bumi yang disebabkan emisi gas karbon dioksida. (Voaindonesia.com)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...