Loading...
BUDAYA
Penulis: Sotyati 08:22 WIB | Kamis, 11 Juni 2015

Pia Alisjahbana Terima Penghargaan Tertinggi dari Presiden Prancis

Pia Alisjahbana menerima penghargaan Chevalier dans l’Ordre de la Legion d’Honneur dari Prancis, yang disampaikan Duta Besar Prancis, Corinne Breuze. (Foto: Dok Femina Group)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pia Alisjahbana (82) menerima penghargaan Chevalier dans l’Ordre de la Legion d’Honneur. Tokoh di bidang mode dan fashion Indonesia serta perintis pendirian Yayasan Aminef (American – Indonesian Exchange Foundation) ini tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan tertinggi itu.

Penghargaan yang disampaikan Duta Besar Prancis, Corinne Breuze, di kediamannya itu, merupakan penghargaan tertinggi dari Presiden Prancis untuk seseorang yang telah membuktikan pengabdian tinggi kepada masyarakat. Penghargaan ini pertama kali dianugerahkan oleh Napoleon Bonaparte pada 19 Mei 1802, kepada tokoh yang dinilai telah menunjukkan kualitas sangat luar biasa dalam melakukan pengabdian, baik dalam kapasitas militer maupun sipil, dan sedikitnya telah dua puluh tahun melakukan pengabdian untuk publik.

"Hari ini kita merayakan kehebatan seorang tokoh yang menjalani peran luar biasa: mengubah cara wanita Indonesia dalam memandang diri mereka sendiri. Sesungguhnya pencapaian Ibu Pia Alisjahbana secara pribadi dan professional sangat mengesankan bagi kami. Ia salah satu tokoh yang berperan aktif dalam mengubah Indonesia sepanjang 70 tahun belakangan ini. Dan Ibu Pia Alisjahbana merupakan wanita inspirasional yang memberdayakan para wanita Indonesia," ujar Corinne Breuze, dalam sambutannya sebelum menyerahkan penghargaan, 9 Juni.

Pia sendiri mengaku terkejut menerima penghargaan ini. "Saya tak pernah menyangka akan mendapat penghargaan itu. Awalnya saya pikir karena pernah membawa anak-anak muda untuk ikut lomba fashion di Prancis, Concours Internationale des Jeunes Createurs de Mode," kata Pia sesaat setelah membaca surat pemberitahuan dari Kedutaan Besar Prancis yang diantar langsung oleh Dr Bertrand de Hartingh, Direktur Institut Français d’Indonésie (IFI), kepada CEO Feminagroup, Svida Alisjahbana, yang adalah putri Pia, beberapa hari lalu.

Namun, dunia mengenal pengabdian Pia lebih dari aktivitasnya di fashion. Ia dikenal selalu menginspirasi dengan berbagai ide dan inovasi dan memberi kontribusi penting bagi kemajuan wanita Indonesia. "Perjalanan karier saya sepertinya terbagi dalam dua bagian penting, yaitu pendidikan dan budaya, atau lebih tepatnya media. Kedua aktivititas ini selalu bersinggungan dan terfokus pada peran wanita, khususnya wanita muda Indonesia. Hal ini selalu menjadi perhatian saya sepanjang hidup saya," kata Pia Alisjahbana dalam sambutannya saat menerima penghargaan.

Dalam bidang pendidikan, Pia adalah sosok penentu lahirnya American – Indonesian Exchange Foundation (Aminef), program beasiswa bagi mahasiswa Indonesia untuk belajar gratis di Amerika. Ia merintis pendirian yayasan itu pada 1992. Pia “mengetuk” satu per satu pintu petinggi perusahaan di Indonesia untuk membantu dan menyumbang program yang tengah ia canangkan, sehingga Indonesia akan mampu melahirkan banyak pemuda berlevel PhD. Salah satu alumnus Aminef adalah Anies Baswedan, kini menjadi Menteri Pendidikan.

Dunia Penerbitan danPerkembangan Mode Tanah Air

Kepedulian Pia kepada dunia pendidikan tak lepas dari perannya sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Ketika itu ia juga melihat adanya kebutuhan informasi dan panduan gaya hidup baru bagi remaja putri yang diharapkan menjadi pilar-pilar bangsa. Pada 1973, Pia melahirkan Gadis, majalah yang ditujukan pada segmen khusus remaja putri. Setahun sebelumnya, Majalah Femina lebih dulu muncul sebagai bacaan yang memahami aspirasi perempuan muda. Ia pun memiliki peran penting dalam kemunculan Majalah Dewi yang menginspirasi perempuan bekerja Indonesia agar lebih berdaya dan bisa memberi kontribusi nyata bagi dirinya, keluarga, kaum perempuan dan bangsanya.

Sejak berkecimpung di dunia penerbitan, ketertarikan kepada dunia mode semakin kuat. Kebutuhan informasi tentang fashion saat itu sangat besar, sementara sumber informasi tentang dunia mode di Indonesia masih sangat terbatas.

Terinspirasi dari berbagai fahion week dunia yang ia kunjungi dan kebutuhan yang tinggi, Pia menggagas kelahiran Lomba Perancang Mode yang digelar sejak 1979 dan melahirkan desainer ternama, seperti Edward Hutabarat, Sally Koeswanto, Itang Yunasz, hingga Tex Saverio. Inilah yang membuat kontribusi Lomba Perancang Mode terhadap dunia mode Indonesia sangat penting hingga hari ini. Untuk mendorong perkembangan dunia mode di Indonesia, Femina Group menggelar penghargaan Pia Alisjahbana Award sejak 2007 untuk perancang muda yang sukses berbisnis sendiri selama lima tahun, memiliki komitmen, inovatif, dan kreatif.

Perhatian Pia kepada pusaka budaya ia wujudkan dengan keterlibatannya dalam pendirian organisasi Badan Pelestari Pusaka Indonesia. Aktivitas itu masih ia tekuni walau usianya merambat senja. Ia tak segan turun ke tepi anak Sungai Progo dekat Candi Borobudur di malam gelap untuk melarung lampion-lampion, padahal usianya waktu itu 70 tahun. Ia juga turut berjalan kaki berkilo-kilo untuk menanam pohon di Kebun Raya Samosir di tengah Danau Toba.

Svida Alisjahbana, putri sulung Pia yang kini menjadi CEO Feminagroup, mengibaratkan ibunya sebagai Kartini abad ini. "Ibulah, salah satu pahlawan modern Indonesia, lambang Kartini modern. Mendobrak norma, membawa pembaharuan di banyak bidang," tulis Svida dalam status Facebook-nya 21 April lalu. Seperti Kartini pula, Pia menuliskan seluruh jejak aktivitas dan pemikirannya melalui tulisan yang kini telah diterbitkan dalam buku Menembus Zaman, Sebuah Memoar Pia Alisjahbana.

Hingga kini, Pia masih menduduki posisi Komisaris Femina Group. (PR)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home