Piala Dunia 2018: Pendukung Timnas Jepang Bersihkan Stadion
SARANSK, SATUHARAPAN.COM – Sesaat setelah pertandingan sepak bola rampung, tribun penonton di stadion biasanya penuh dengan sampah makanan, botol, dan gelas minuman. Namun, kondisi itu tidak terjadi seusai laga Piala Dunia antara Kolombia dan Jepang.
Begitu laga berakhir dengan kemenangan Jepang 2-1, seperti dilaporkan Andreas Illmer dari BBC News, para pendukung tim berjuluk “Samurai Biru” itu turut membersihkan Stadion Mordovia Arena di Saransk, Rusia.
Dalam tayangan yang beredar di media sosial, mereka terlihat bahu-membahu memunguti sampah dengan bermodalkan kantung sampah yang mereka bawa ke dalam stadion.
Perilaku pendukung timnas Jepang ini bukan pertama kalinya terjadi.
“Ini bukan bagian dari budaya sepak bola, tapi bagian dari budaya Jepang,” jurnalis sepak bola yang berbasis di Jepang, Scott McIntyre, menjelaskan kepada BBC.
McIntyre saat ini berada di Rusia guna melaporkan perkembangan timnas Jepang. Menurutnya, dia tidak terkejut dengan sikap para suporter Jepang.
“Anda kerap mendengar orang berkata bahwa sepak bola adalah cerminan budaya. Aspek terpenting dalam masyarakat Jepang adalah memastikan segala sesuatunya benar-benar bersih dan itulah yang terjadi dalam acara olahraga, termasuk sepak bola,” ujarnya.
Kebiasaan dari Masa Kecil
Walau McIntyre menganggap perilaku bersih-bersih pendukung timnas Jepang di stadion adalah hal yang jamak, tidak semua orang terbiasa melihat kejadian itu.
Banyak orang asing terkaget-kaget seusai menyaksikan pertandingan sepak bola di Jepang.
“Mereka mungkin meninggalkan botol atau semacam kemasan makanan di lantai. Sering kali orang seperti itu ditepuk bahunya oleh orang Jepang, menandakan mereka harus membersihkannya atau membawanya pulang tapi jangan meninggalkannya di situ,” papar McIntyre.
Perilaku ini, menurutnya, dibentuk sejak masa kecil.
“Bersih-bersih setelah pertandingan sepak bola adalah perpanjangan dari sikap dasar yang diajarkan di sekolah. Di sanalah anak-anak membersihkan ruang kelas dan lorong sekolah,” kata Scott North, profesor sosiologi di Universitas Osaka.
“Seiring dengan anjuran yang terus-menerus selama masa kecil, perilaku ini menjadi kebiasaan sebagian besar penduduk,” ia menambahkan.
Lalu apa reaksi para pendukung timnas Jepang setelah perilaku mereka disoroti dan dipuji di media sosial? Mereka bangga.
“Selain adanya kesadaran yang tinggi akan perlunya membersihkan dan mendaur ulang, acara bersih-bersih di Piala Dunia adalah cara pendukung Jepang menunjukkan kebanggaan pada cara hidup mereka dan membagikannya ke kita,” Profesor North menambahkan.
“Tempat mana yang lebih baik untuk membuat pernyataan tentang perlunya merawat planet ini sebaik mungkin dibanding Piala Dunia,” katanya.
Walau para pendukung timnas Jepang menunjukkan perilaku tertib, McIntyre menyanggah mereka kurang punya renjana atau hasrat. Hanya saja, menurutnya, renjana tidak serta-merta diwujudkan dalam ketidakaturan atau bahkan kekerasan.
“Saya tahu kedengarannya hambar atau membosankan, tapi inilah kenyataan sebuah negara yang dibangun atas dasar hormat-menghormati dan kesopanan. Dan sikap ini membentang sampai hal-hal yang menghormati dalam sepak bola,” katanya.
“Saya pikir merupakan hal yang menyenangkan bahwa Piala Dunia menyatukan begitu banyak negara dan khalayak dan mencoba belajar lalu bertukar mengenai hal-hal seperti ini. Itulah keindahan sepak bola," katanya. (bbc.com)
Editor : Sotyati
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...