Piala Eropa 2016: Jangan Pernah Percaya dengan (penampilan) Italia
Babak 16 Besar: Italia vs Spanyol.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Meskipun telah mengoleksi trofi Piala Dunia 4 kali, namun di level Eropa Italia baru merasakan sekali menjadi juara pada Piala Eropa 1968. Setelah itu pencapaian tertinggi Italia hanya mampu menembus partai final namun dikalahkan oleh lawan-lawannya. Pada Piala Eropa 2000 Italia dikalahkan di final oleh Prancis, sementara pada Piala Eropa 2012 lagi-lagi di pertandingan final Italia dikalahkan Spanyol dengan 4 gol tanpa balas.
Pertemuan dua tim spesialis turnamen Italia dan Spanyol pada babak 16 besar Piala Eropa 2016 dianggap sebagai pertemuan yang prematur mengingat pada Piala Eropa 2012 kedua kesebelasan bertemu di partai puncak.
Kekalahan 2-1 dari Kroasia memaksa Spanyol menjadi runner up grup D dan berhadapan dengan Italia sebagai pemuncak grup E. Kekalahan tersebut menyisakan pekerjaan bagi pelatih Spanyol Del Bosque bahwa transisi kombinasi pemain muda-senior belum berjalan mulus.
Italia yang bermaterikan pemain senior sisa-sisa Piala Dunia 2014 sejauh ini justru tampil sebagaimana biasanya, dingin tanpa beban. Dalam babak fase grup Italia tahu betul bagaimana memanfaatkan sekecil peluang yang ada di hadapannya.
Para pemain Italia seolah sadar bahwa mereka berada dalam tim paling oportunis. Hasil akhir menjadi patokan, bermain cantik dan menghibur adalah nomor sekian karena prestasi sebuah turnamen dilihat dari seberapa banyak gelar diraih.
Ketika Spanyol menjadi penguasa Eropa dan dunia dalam rentang 2008-2012 dengan permainan indahnya: menyerang dari seluruh lini, Italia justru menjuarai Piala Dunia 2006 dengan cara pragmatis: mengandalkan serangan balik setelah bertahan ketat. Jerman dan Prancis yang bermain impresif ketika itu seolah menjadi tumbal permainan Italia.
Dalam sepuluh tahun terakhir, keduanya bertemu sebanyak 8 pertandingan. Spanyol menang sebanyak 5 kali, imbang 2 kali dan 3 kali dimenangkan Italia dalam partai persahabatan.
Pertandingan Italia melawan Spanyol akan berlangsung pada 26 Juni 2016 pukul 18.00 waktu setempat pukul 23.00 WIB di Stadion Stade-de France, Saint-Denis.
Adu strategi dua pelatih
Jangan pernah percaya dengan penampilan timnas Italia, kalimat ini tentu dipahami oleh pelatih manapun. Saat menjuarai Piala Dunia 1982 dan 2006, Italia datang bukan dengan tim terbaik yang pernah mereka miliki.
Piala Dunia 1982 pandangan mata tercurah pada tim-tim unggulan Prancis dengan bintangnya saat itu Michel Platini dan Tigana, Jerman Barat dengan Rumeinige-Schuster, Polandia dengan Boniek, ataupun Brasil yang datang dengan bintangnya Zico tidak mampu menghadang pemain tanpa nama Paolo Rossi yang akhirnya menjadi bintang Piala Dunia 1982 bersama Italia.
Saat dipenuhi bintang seangkatan Vialli, Roberto Baggio, maupun Baressi, Italia justru tidak pernah meraih 1 tropi turnamen Piala Eropa maupun Piala Dunia. Italia menjuarai Piala Dunia 2006 dengan beberapa bintang yang masih bersinar yakni Fransesco Totti dan Andre Pirlo. Alessandro Del Piero, Materazzi, Cannavaro saat itu justru sedang melewati usia senja prestasinya. Menariknya kedua trofi diraih saat persepakbolaan Italia dilanda skandal pengaturan skor.
Pertarungan kedua kesebelasan akan lebih banyak pada adu strategi baik pelatih maupun kreativitas pemain membaca jalannya pertandingan.
Di tangan Antonio Conte, Italia mengalami perubahan dalam strategi penyerangan. Mewarisi tim yang 'berantakan' dari Cesare Prandelli, Conte memasukkan pemain muda di barisan depan dan mempertahankan pemain senior dikombinasi pemain muda pada sektor pertahanan. Italia saat ini lebih berani menyerang tanpa meninggalkan filosofi bertahan catenaccio-nya. Hasilnya setelah terpuruk dalam Piala Dunia 2014 mereka langsung tancap gas saat kualifikasi Piala Eropa 2016.
Spanyol pun mengalami hal yang sama di Piala Dunia. Tersisih lebih awal setelah dikalahkan Belanda dan Chili di fase grup B. Sepulang dari Brasil, pelatih Del Bosque merombak timnas Spanyol dengan melakukan peremajaan skuadnya.
Generasi emas hanya disisakan Cesc Fabregas, David Silva, Iniesta, Ramos, serta Pique. Selebihnya Del Bosque memanggil muka-muka baru yang lebih muda semisal Thiago Alcantara, Alvaro Morata, Nolito. Hasilnya meskipun belum terlihat padu betul, Spanyol menjalani babak kualifikasi Piala Eropa dengan menjuarai grup C. Tujuh pertandingan terakhir kualifikasi Piala Eropa grup C, gawang De Gea tidak pernah kebobolan termasuk saat menghadapi tim-tim dari Eropa timur seperti Slovakia, Ukraina, dan Belarus.
Setelah meraih tropi Piala Eropa 2012, Del Bosque tentu ingin mengulanginya lagi di Prancis, sementara Antonio Conte yang selepas Piala Eropa 2016 akan menangani klub Chelsea tentunya juga ingin meninggalkan kenangan prestasi bagi Italia. Tidak sekedar mengalahkan juara Eropa 2012.
Dengan mengalahkan Belgia yang dipenuhi pemain bintang dari generasi emas, Antonio Conte dengan skuadnya telah mengirimkan sinyal yang jelas bagi timnas manapun, jangan pernah percaya dengan penampilan timnas Italia.
Perkiraan susunan pemain Italia vs Rep. Irlandia:
Italia (5-3-2) : Buffon (gk), Darmian, Chiellini, Bonnuci, Barzagli, Giaccherini/De Sciglio, Candreva/Motta, De Rossi, El Shaarawy/Parolo, Eder, Pelle/Immobille. | pelatih: Antonio Conte
Spanyol (4-1-4-1) : De Gea (gk), Ramos, Juanfran/Bellerin, Piqué, Alba, Fàbregas, Iniesta, Silva/Rodriques, Alcântara/Busquets, Koke, Morata/Nolito | pelatih: Vicente del Bosque
Risiko 4F dan Gejala Batu Kantung Empedu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif konsultan RSCM dr. Arn...