Pilkada: Momen Persatuan, Bukan Perpecahan
SATUHARAPAN.COM – Persaingan dalam pemilihan pemimpin berkecenderungan atau berpotensi menimbulkan konflik sosial di antara warga. Setelah reformasi yang sudah berjalan hampir dua dekade ini, kita bahkan mengalami banyak konflik sosial karena proses politik ini. Kerusakannya bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial yang terlihat makin mengerasnya sekat-sekat sebagai bangsa dan masyarakat. Sampah konflik ini masih terus menjadi beban bagi kita untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Lantas hal ini mengundang pertanyaan, apakah “sampah konflik” dari “pesta demokrasi” ini sebagai sesuatu yang wajar (normal) dalam sebuah proses kompetisi, atau justru sebuah penyimpangan, karena dampak konflik yang ditimbulkan bisa jauh lebih buruk dan berjangka panjang. Lebih dari itu, masih menjadi kerisauan bahwa ada pihak-pihak yang justru memilih “bermain api” dengan meniupkan situasi tidak stabil dalam situasi itu.
Potensi dan kecenderungan itu juga tampak pada proses dalam pemilihan 171 kepala daerah di seluruh Indonesia yang akan dilakukan pada Rabu (27/6) mendatang. Warga di 17 provinsi akan memilih gubernur dan wakil gubernur, dan warga di 154 kabupaten dan kota akan memilih bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota mereka.
Pilihan pada Proses
Sejarah umat manusia telah banyak yang diwarnai peristiwa bersimbah darah, bahkan kehancuran bangsa atau negara dalam pergantian penguasa atau pemimpin, bahkan juga pembersihan kelompok atau etnis yang sangat kejam. Dalam banyak hal pergantian pemimpin dan penguasa menimbulkan konflik yang melemahkan bangsa dan negara untuk konsolidasi daya dalam membangun keadilan dan kesejahteraan
Namun sejarah dengan catatan demikian itu juga yang mendorong manusia dalam penjelajahan gagasan dan sistem untuk menemukan proses pemilihan pemimpin yang lebih damai, dan salah satunya adalah pemilihan yang melibatkan kehendak rakyat yang kita kenal sebagai demokrasi. Dalam hal ini patut dicatat bahwa sistem ini sebagai sebuah kritik atas proses pergantian pemimpin yang didominasi kelompok elite, karena menempatkan rakyat sebagai objek kekuasaan mereka.
Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat juga merupakan kritik atas tata cara pemilihan kepala daerah yang dikuasai oleh elite kekuasaan, yang ingin mengubah agar pemimpin dan kinerjanya merepresentasikan harapan rakyat. Pilkada yang menegasikan keterlibatan rakyat pada masa lalu, terutama di era Orde Baru, memang tampak nyaris tanpa gejolak, tetapi yang banyak terjadi adalah tampilnya penguasa yang orientasinya pada kepentingan elite, bukan pemimpin yang membawa rakyat pada keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Momen Persatuan
Dalam konteks itu, proses Pilkada ini selayaknya dihayati sebagai upaya untuk pergantian pemimpin secara damai. Ini adalah proses mempertemukan kehendak rakyat tentang figur pemimpin yang mereka kehendaki, yang akan menjadi pemimpin dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi semua. Keterlibatan rakyat sudah semestinya dalam suasana pengakuan dan perasaan sebagai satu masyarakat dan bangsa, bukan satu kelompok.
Oleh karena itu, proses politik dalam demokrasi yang sedang kita bangun adalah proses yang seharusnya menjadi kekuatan untuk memperkuat persatuan, dan bukanya memecah-belah. Maka proses ini harus dijaga untuk tetap fair, untuk tidak dikacaukan oleh permainan dan kekuasaan uang, untuk dicegah masuknya sentimen sektarianisme.
Kemenangan dalam Pilkada pertama-tama adalah bahwa proses ini menjadi bagian penting penyatuan kehendak rakyat tentang figur pemimpin yang berkomitmen mengemban amanat rakyat untuk keadilan dan kesejahteraan, dan pada konstitusi negara. Kemenangan dalam Pilkada adalah proses yang fair, yang tidak meninggalkan sampah yang berupa konflik dan segregasi masyarakat.
Menghadapi Tantangan
Memang tidak dinafikan bahwa sejarah umat manusia juga diwarnai oleh pergantian pemimpin di tengah situasi tidak stabil. Bahkan sering ada upaya sengaja menciptakan situasi tidak stabil untuk menciptakan peluang mengambil kekuasaan. Ini adalah proses yang berlawanan dengan nilai-nilai dalam demokrasi dan harus dicegah dalam Pilkada ini. Pihak yang bermain dengan menciptakan ketidak-stabilan dalam masyarakat adalah tantangan serius; dan menjaga nilai-nilai demokrasi merupakan perjuangan sepanjang kehidupan bangsa dan negara.
Kita berharap persatuan dan keadilan tetap menjadi fokus rakyat dalam Pilkada ini. Maka kemenangannya adalah milik rakyat dan pemimpin yang terpilih; pemimpin yang berasal dan menjadi bagian rakyat. Pada daerah-daerah yang akan memilih pemimpin pada Pilkada kali ini, dan yang prosesnya menjadi kekuatan penyatuan rakyat, pantas mendapat ucapan “viva rakyat dan pemimpinnya!”
Hari-hari ini adalah masa tenang sebelum rakyat menentukan pilihannya pada pemungutan suara hari Rabu mendatang, masa untuk menimbang dan memikirkan apa pilihan yang terbaik. Selamat berdemokrasi dan menjaga persatuan.
Editor : Sabar Subekti
Pemberontak Suriah: Kami Tak Mencari Konflik, Israel Tak Pun...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Pemimpin kelompok pemberontak Islamis Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), ...