Pilpres Iran Dimulai, Islam Garis Keras Berusaha Bangkit
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM - Pemilu Iran pada hari ini Jumat (19/05) berlangsung dalam sebuah kontes presiden yang sengit antara Presiden pragmatis Hassan Rouhani dan penantang dari kubu Islam garis keras, Ebrahim Raisi.
Dalam sebuah peringatan yang mencerminkan meningkatnya ketegangan politik di tengah tanda-tanda perlombaan sengit yang sebelumnya tak diharapkan, Rouhani mendesak kelompok elit politik Iran, Garda Revolusi (yang diyakini mendukung Raisi) untuk tidak ikut campur dalam pemilihan.
Tahun 2009, kecurigaan bahwa Garda Revolusi dan milisi Basij yang berada di bawah kendali mereka memalsukan hasil pemungutan suara yang berpihak pada kelompok garis keras, Mahmoud Ahmadinejad, menyebabkan demonstrasi nasional selama delapan bulan. Ketika itu, menurut kelompok hak asasi manusia, puluhan orang tewas dan ratusan orang ditangkap, dalam kerusuhan terburuk yang pernah terjadi.
Raisi, 56, dan Rouhani, 68, saling tuduh melakukan korupsi dalam debat di televisi, sebuah perdebatan sengit terbuka yang tak terlihat sejak Revolusi Islam 1979. Keduanya saling membantah tuduhan lawannya.
"Dari para pemimpin Garda Revolusi sampai pada pengkhotbah Jumat, kelompok garis keras, semua mendukung Raisi," kata seorang mantan pejabat senior Iran kepada Reuters.
"Tapi ini adalah keputusan yang berisiko, mungkin akan menimbulkan protes yang sama dengan tahun 2009, karena berbeda dengan jalan yang ingin ditempuh masyarakat, yang menginginkan evolusi di dalam kalangan mapan, telah bersatu melawan Raisi."
Garda Revolusi berharap Raisi menang yang akan memberi mereka kesempatan untuk menancapkan kuku pada kekuatan ekonomi dan politik yang hilang dalam struktur pemerintahan teokratis dan republik Iran yang ekstrem sejak tahun 2015, ketika Iran membuat kesepakatan nuklir dengan kekuatan dunia yang membawanya keluar dari isolasi internasional.
Meskipun Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, 77, berusaha tidak mengungkapkan preferensi politiknya, ia kelihatannya mendukung Raisi sebagai calon presiden dan calon penerusnya.
Namun, dalam referensi yang jelas mengenai gangguan yang terjadi pada tahun 2009, Khamenei, seorang ulama garis keras yang memiliki pendapat tertinggi di Iran, telah memperingatkan bahwa dia akan menghadapi siapa saja yang mencoba ikut campur dalam pemilihan.
Rouhani, yang memperjuangkan kesepakatan untuk mencabut sebagian besar sanksi terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya, adalah seorang pendukung setia terhadap hubungan dengan reformasi Barat dan berpandangan liberal terhadap ekonomi, yang sekarang didominasi oleh institusi negara.
Dia juga mengatakan bahwa sebuah kemenangan garis keras dapat membuat Iran kembali pada jalan yang lebih konfrontatif dan merusak secara ekonomi dengan Barat, dan akan mencegah terbukanya masyarakat terhadap dunia, sesuatu yang sangat diinginkan oleh kaum muda.
Hanya saja saingannya dari garis keras, menghantam Rouhani dengan isu kegagalannya untuk meningkatkan ekonomi, bahkan setelah sebagian besar sanksi ekonomi terhadap Iran dibatalkan mengikuti kesepakatan nuklir dengan negara-negara maju.
Raisi, seorang anggota lama dewan peradilan yang merupakan satu dari empat hakim yang menjatuhkan hukuman kepada ratusan tahanan politik pada tahun 1988, berhasil mendapatkan dukungan dari kubu garis keras di setelah kandidat konservatif lainnya mundur dari kontestasi.
Namun para analis sepakat bahwa berhimpunnya sekutu kuat Khamenei di belakang Raisi justru memiliki efek bumerang. Sebab tokoh-tokoh oposisi dan pro-reformasi, para seniman dan aktivis justru kemudian bersatu di mendukung Rouhani.
"Ini adalah pemilihan terpolarisasi - sebuah perlombaan antara elit pusat kekuasaan yang menjabat bukan karena dipilih, dengan seluruh negara," kata analis Hamid Farahvashian.
Behnam Ben Taleblu, analis senior pada Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, mengatakan bahwa peringatan Rouhani kepada Garda tentang gangguan pemilihan "dapat ditujukan untuk memaksa pembentukan kembali masa jabatan keduanya".
Sebuah jajak pendapat yang diselenggarakan pada 8 Mei lalu oleh lembaga jajak pendapat mahasiswa menunjukkan Rouhani meraih 42 persen suara dan Raisi 27 persen. Walaupun survei opini di Iran kurang dapat diandalkan, hasil survei ini senada dengan berbagai survei lain dalam beberapa hari terakhir.
Lebih sepertiga dari 80 juta penduduk Iran berada di bawah usia 30 tahun dan menginginkan reformasi. Perempuan lebih dari setengah populasi dan memiliki hak yang lebih sedikit dibanding pria dalam berbagai area.
Sebanyak 300.000 anggota pasukan keamanan diturunkan untuk mengawal pemilu.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...