PKL di Gambir-Monas Tuntut Legalitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pedagang kaki lima (PKL) berharap dalam menjalankan usahanya bisa mendapatkan kesempatan untuk berdagang di kawasan Monumen Nasional dan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat.
Harapan itu dikemukakan Masahi (47), pedagang es kelapa muda, dan Rizky (50), pedagang minuman ringan yang sehari-hari berdagang di sekitar Stasiun Gambir dan Monas, Jakarta Pusat. Tidak muluk-muluk, Masahi dan Rizky hanya berharap pemerintah mendukung agar mereka bisa meneruskan usahanya.
Selama ini Masahi merasa tidak memiliki kebebasan dalam menjalankan aktivitasnya karena sering kali berhadapan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (satpol PP) DKI Jakarta, yang menertibkan pedagang seperti dirinya.
“Kami tidak berharap banyak. Hanya minta boleh berdagang di Gambir dan Monas, jangan diuber-uber satpol PP,” kata Masahi yang kebetulan tengah berjualan di depan Balai Kota, Rabu (2/4).
Berkaitan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg) 9 April mendatang, Masahi mengaku masih belum tahu menjatuhkan pilihannya kepada siapa. Dia hanya bisa berharap akan ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang peduli terhadap nasib pedagang kecil, yang bahkan tidak mempunyai tempat berdagang atau kios, dan hanya menggunakan gerobak sorong seperti dia.
Menanggapi maraknya aksi bagi-bagi uang yang dilakukan partai politik (parpol) untuk menarik massa simpatisan jelang pileg 2014, Masahi mengatakan yang paling penting menurutnya adalah caleg terpilih harus mampu memperjuangkan kebebasan usaha untuk pedagang PKL, "Tidak perlu dikasih uang.".
“Kami berdagang seperti ini terus merasa waswas dikejar-kejar satpol PP, bahkan kami harus membayar uang preman Rp 5.000-Rp 15.000 sehari, sedangkan untung dari hasil dagangan saja tidak seberapa. Kami juga kan harus memberi makan anak istri,” ujar Masahi.
Sebagai informasi, Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Kukuh Hadi Santoso mengatakan sejak 1 Januari 2014, kawasan sekitar Monas tidak boleh lagi ada PKL. Hal itu karena Monas sudah dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Monas.
Dilarangnya PKL juga didukung dengan penerapan Perda Nomor 8 Tahun 2007. Selain itu, urusan pedagang menjadi tanggung jawab Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta.
Di kawasan Monas, menurut Masahi terdapat lebih kurang 200 PKL seperti dirinya. Masahi dan Rizky memang bukan termasuk pedagang yang mengantongi izin berjualan di tempat itu. Seperti pedagang yang berjualan di kios-kios di dalam kawasan tersebut.
Masahi menambahkan, banyak pedagang seperti dirinya yang tidak berkategori legal sehingga harus kucing-kucingan dengan satpol PP.
Masahi menduga ada permainan dalam pemilihan pedagang yang mendapat izin berdagang. Misalnya saja, koordinator pedagang yang ditunjuk itu hanya memilih pedagang yang kenal dekat dengannya. Sebab itu PKL yang tidak kenal dekat, tidak bisa mendapatkan kesempatan berupa kios atau bahkan sekadar menggelar barang dagangan di sekitar Monas.
“Syukur-syukur bisa dapat kios seperti lainnya, tapi tanpa kios pun, asal boleh berjualan dan tidak dikejar satpol PP saja sudah cukup,” Masahi berharap.
“Dulu kami pilih Pak Jokowi karena katanya bisa bebas dagang, ternyata tidak semuanya diberi kesempatan seperti itu,” Rizky menambahkan.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...