PLN: Pembebasan Lahan Hambat Infrastruktur Kelistrikan
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM – PT PLN (Persero) meminta seluruh Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan solusi terkait kurangnya upaya badan usaha milik negara (BUMN) itu guna mengantisipasi sejumlah masalah kelistrikan di Indonesia.
“Contoh, hingga saat ini kami mengakui masih belum maksimal terkait penambahan jalur kelistrikan Indonesia termasuk wilayah Jatim yang melintasi lahan Perhutani,” kata Direktur Utama PT PLN (Persero), Nur Pamudji, ditemui di Kunjungan Kerja Anggota Komisi VII DPR RI, di Kantor PLN Distribusi Jatim, di Surabaya, Senin (8/12).
Ia menjelaskan, pembangunan infrastruktur yang diharapkan bisa melintasi area Perhutani menjadi kendala utama untuk mengaliri listrik di kawasan itu. Bahkan, hambatan tersebut telah terjadi sangat lama dan hingga kini belum terwujud.
“Seperti ada potensi pembuatan jalur untuk aliran listrik yang memasuki milik Perhutani di daerah Bojonogero, Jatim,” ujarnya.
Namun, tambah dia, sampai sekarang pihaknya menemui kesulitan untuk membangun infrastrukturnya karena belum selesai proses izinnya. Padahal akses untuk aliran listrik tersebut sudah ada tetapi izin dari pihak Kementerian Kehutanan nihil.
“Sementara, permasalahan ini bukan hanya tanggung jawab PLN sendiri karena semua pihak ikut terlibat,” katanya.
Di sisi lain, ia menyatakan, terkait masalah kompensasi PT PLN (Persero) terhadap pembebasan lahan milik Perhutani maka BUMN itu sudah menyiapkannya. Akan tetapi, hingga saat ini masih belum ada kesepakatan dari pihak Perhutani.
“Kami berharap anggota dewan yang hadir saat ini dapat memberi solusi pembebasan lahan milik Perhutani untuk mengaliri listrik masyarakat di kawasan hutan,” katanya.
Sementara, Direktur Utama Pembangkit Jawa Bali (PJB), Amir Rosidi mengatakan, terkait hambatan pembebasan lahan ada beberapa proyek pembangkit listrik milik PJB yang terlambat dan tidak bisa beroperasi sesuai jadwal.
Dicontohkan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati di Jawa Tengah dan kini masih belum bisa direalisasikan karena 15 persen dari lahan yang dibutuhkan masih belum terbebaskan.
“Rencananya proyek PLTU Tanjung Jati bakal beroperasi pada tahun 2017. Tapi, dengan adanya masalah ini kami perkirakan proyeknya akan selesai dan beroperasi pada tahun 2018 atau 2019,” katanya.
Ia melanjutkan, kondisi itu dikhawatirkan mengurangi cadangan listrik yang saat ini aman di kisaran 25 persen dan akan turun menjadi 20 persen pada tahun 2017. Selain itu, untuk pembangunan transmisi Sumatra Selatan hingga Sumatera Utara ditemukan permasalahan serupa.
“Akibatnya, kelebihan pasokan listrik di wilayah Sumatra Selatan tidak bisa dibawa ke Sumatera Utara. Padahal biasanya, investor sudah bersedia untuk membayar ganti rugi lahan hingga enam kali lipat dari harga normal,” katanya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...