PLTD Perkecil Persentase Bauran Listrik pada 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Angka Persentase bauran listrik lebih kecil dari yang direncanakan karena di bagian terluar Indonesia sudah menggunakan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel).
"Kenaikan bauran ini dikarenakan program penyalaan di wilayah perbatasan dan daerah terluar dengan memakai PLTD yang bisa dilakukan cepat," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (21/1).
Pada APBN 2015, subsidi listrik direncanakan Rp 68,69 triliun dengan asumsi kurs Rp11.900 dan ICP 70 dolar.
Untuk porsi minyak dalam bauran energi pada 2015 direncanakan 8,85 persen. Angka bauran minyak tersebut, sedikit lebih tinggi dibandingkan rencana 8,53 persen.
Namun, lanjutnya, Menteri ESDM sudah menyurati PLN agar mencampur dengan energi terbarukan, sehingga bisa mengurangi pemakaian BBM.
Asumsi subsidi RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara) Perubahan 2015 lainnya adalah pertumbuhan listrik sembilan persen atau 216 Tera Watt hour (TWh), susut jaringan 8,45 persen, biaya pokok penyediaan (BPP) listrik Rp1.301 per kWh atau Rp281 triliun, insentif investasi Rp19,97 triliun, tarif tenaga listrik Rp1.085 per kWh, dan penerimaan (BPP+marjin investasi) Rp301 triliun.
Kementerian ESDM menghitung besaran subsidi listrik pada 2015 bertambah sebesar Rp1,3 triliun menyusul penundaan penerapan tarif penyesuaian pada dua golongan pelanggan.
Jarman mengatakan, Menteri ESDM Sudirman Said sudah menyurati DPR untuk membahas tambahan subsidi tersebut.
"Sesuai aturan, tambahan subsidi listrik membutuhkan persetujuan DPR," kata Jarman.
Jarman menjelaskan dia telah menyurati DPR terkait tambahan subsidi listrik
Meski, lanjutnya, DPR periode 2004-2009 telah menyetujui skema penerapan tarif penyesuaian (adjustment tariff) pada delapan golongan.
Berdasarkan persetujuan DPR tersebut, pemerintah mengeluarkan Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang pemberlakuan tarif penyesuaian pada delapan golongan mulai 1 Januari 2015.
Ke-8 golongan tersebut adalah rumah tangga R1 1.300 VA (Volt Ampere), rumah tangga R1 2.200 VA, rumah tangga R2 3.500-5.500 VA, industri menengah I3 di atas 200 kVA, penerangan jalan umum P3, pemerintah P2 di atas 200 kVA, industri besar I4 di atas 30.000 kVA, dan pelanggan layanan khusus.
Namun, PT PLN (Persero) mengajukan penundaan tarif listrik penyesuaian untuk dua dari 12 golongan pelanggan yang sedianya diberlakukan mulai 1 Januari 2015 itu kepada pemerintah.
Kedua golongan tersebut adalah rumah tangga R1 dengan daya 1.300 VA dan R1 berdaya 2.200 VA.
Alasan penundaan adalah mempertimbangkan daya beli kedua golongan pelanggan tersebut.
Dengan penundaan tersebut, maka pelanggan rumah tangga 1.300 VA dan 2.200 VA masih memakai tarif nonsubsidi pada November 2014 sebesar Rp1.352 per kWh.
Padahal, semestinya, kedua golongan tersebut dikenakan tarif nonsubsidi pada Januari 2015 yang ditetapkan PLN lebih tinggi sebesar Rp1.496,05 per kWh.
Jarman mengatakan, di luar tambahan Rp1,3 triliun, asumsi subsidi listrik sesuai RAPBN Perubahan 2015 diajukan sebesar Rp66,62 triliun.
Angka tersebut dengan asumsi kurs Rp12.200 per dolar AS dan harga minyak (ICP) 70 dolar per barel. (Ant).
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...