PM Ethiopia Ultimatum Pasukan Tigray untuk Menyerah
ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, memperingatkan bahwa batas waktu bagi pasukan pemberontak utara untuk meletakkan senjata telah berakhir. Itu membuka jalan bagi pasukanke ibu kota wilayah Tigray dalam konflik dua pekan yang mengguncang Tanduk Afrika.
"Ultimatum tiga hari yang diberikan kepada Pasukan Khusus Tigray dan milisi untuk menyerah... telah berakhir hari ini," kata Abiy Ahmed di Facebook, hari Selasa (17/11). "Tindakan kritis terakhir dari penegakan hukum akan dilakukan dalam beberapa hari mendatang."
Pemimpin termuda Afrika dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2019, Abiy melancarkan serangan udara dan serangan darat pada 4 November setelah menuduh partai penguasa setempat, Tigray People's Liberation Front (TPLF), melakukan pemberontakan bersenjata.
Para pemimpin Tigrayan mengatakan Abiy, 44 tahun, yang berasal dari kelompok etnis terbesar di Oromo, telah menganiaya dan membersihkan mereka dari posisi pemerintah dan keamanan sejak menjabat pada tahun 2018.
Pasukan Tigrayan menembakkan roket ke negara tetangga Eritrea akhir pekan ini, memperlebar konflik yang telah menewaskan ratusan orang, menurut satu sumber diplomatik korban mencapai ribuan. Mereka adalah pejuang dan warga sipil, dan mengirim sekitar 30.000 orang mengungsi ke Sudan. Dan PBB mengatakan "krisis kemanusiaan skala penuh" sedang berlangsung.
Membahayakan Ethiopia
Dengan sebagian besar komunikasi terputus dan media dilarang, media tidak dapat secara independen memverifikasi pernyataan dari kedua belah pihak atau situasi di lapangan.
Peringatan Abiy datang setelah pasukannya menyerang target TPLF yang tidak ditentukan di luar ibu kota Tigray, Mekelle, dalam "operasi udara yang dilakukan secara presisi", kata pernyataan pemerintah.
Ethiopia, negara terpadat kedua di Afrika, telah lama menjadi sekutu Barat yang kuat di wilayah yang penuh konflik, masalah kemiskinan, dan menghadapi militansi Islam. Ia memiliki pasukan di Somalia dengan pasukan Uni Afrika (AU) yang menentang militan yang terkait dengan Al Qaeda.
Abiy telah mengimbau para pengungsi Ethiopia untuk pulang, mengatakan perang akan segera berakhir, meskipun para analis khawatir konflik berkepanjangan mengingat kekuatan militer di kedua belah pihak.
Pertempuran tersebut dapat membahayakan ekonomi Ethiopia dan memicu pertumpahan darah etnis di tempat lain di sekitar negara yang berpenduduk 115 juta orang itu, dan menodai reputasi Abiy yang memenangkan Nobel Perdamaian dengan Eritrea.
Pasukan federal terdiri dari sekitar 140.000 personel dan berjuang keras dalam pertempuran dengan militan Somalia, pemberontak di daerah perbatasan dengan Eritrea di masa lalu. Tetapi banyak perwira senior adalah Tigrayan, banyak persenjataan kuat di sana, dan TPLF telah merebut markas besar Komando Utara yang kuat di Mekelle.
TPLF sendiri adalah saingan yang tangguh juga dengan sejarah yang membanggakan: mereka mempelopori pawai pemberontakan ke Addis Ababa yang menggulingkan kediktatoran Marxis pada tahun 1991, dan berperang pada kurun 1998-2000 dengan Eritrea yang menewaskan ratusan ribu orang.
Fana TV yang berafiliasi dengan negara mengatakan, Ethiopia telah membekukan rekening bank pada 34 lembaga TPLF termasuk perusahaan konstruksi, perdagangan, teknik, percetakan, listrik dan bus. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...