PM Libya Diserang Kelompok Bersenjata, Tapi Lolos Tanpa Cedera
TRIPOLI, SATUHARAPAN.COM-Mobil Perdana Menteri Libya, Abdulhamid al-Dbeibah, diserang dengan tembakan pada Kamis (10/2) pagi, tetapi dia lolos tanpa cedera, kata seorang sumber yang dekat dengannya, di tengah perselisihan faksi yang memanas atas kendali pemerintah.
Sumber itu mengatakan, insiden itu terjadi ketika Dbeibah kembali ke rumah, menggambarkannya sebagai upaya pembunuhan yang jelas, tetapi para penyerang melarikan diri dan insiden itu telah dirujuk untuk penyelidikan.
Reuters belum melihat foto atau rekaman langsung dari insiden atau akibatnya, atau berbicara dengan saksi lain atas insiden tersebut.
Jika dikonfirmasi, upaya untuk membunuh Dbeibah dapat memperburuk krisis kendali atas Libya setelah dia mengatakan akan mengabaikan pemungutan suara yang dijadwalkan oleh parlemen yang berbasis di timur pada hari Kamis untuk menggantikannya.
Angkatan bersenjata telah memobilisasi lebih banyak pejuang dan peralatan di ibu kota selama beberapa pekan terakhir, meningkatkan kekhawatiran krisis politik dapat memicu pertempuran.
Libya mengalami krisis keamanan sejak pemberontakan yang didukung NATO 2011 melawan Muammar Gaddafi, dan terpecah pada tahun 2014 antara faksi-faksi yang bertikai di timur dan barat.
Dbeibah dilantik pada bulan Maret sebagai kepala Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang didukung PBB yang dimaksudkan untuk menyatukan lembaga-lembaga negara yang terpecah dan mengawasi pemilihan umum pada bulan Desember sebagai bagian dari proses perdamaian.
Faksi-faksi yang bersaing telah berebut posisi setelah proses pemilihan gagal di tengah perselisihan tentang aturan, termasuk tentang legitimasi pencalonan Dbeibah sendiri sebagai presiden setelah dia berjanji untuk tidak mencalonkan diri.
Parlemen, yang sebagian besar mendukung pasukan timur selama perang saudara, telah menyatakan GNU tidak sah dan akan mengadakan pemungutan suara pada hari Kamis untuk menunjuk perdana menteri baru untuk membentuk pemerintahan lain.
Dbeibah mengatakan dalam pidatonya pekan ini bahwa dia hanya akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilihan umum dan penasihat PBB di Libya serta negara-negara Barat mengatakan mereka terus mengakui GNU.
Parlemen mengatakan pekan ini bahwa tidak ada pemilihan umum yang akan diadakan tahun ini, setelah parlemen dan badan politik lain mengamandemen konstitusi sementara negara itu, mengecewakan banyak warga Libya yang telah mendaftar untuk memilih.
Langkah parlemen untuk memilih perdana menteri baru dapat menyebabkan kembalinya situasi sebelum pemerintah persatuan Dbeibah dilantik, dengan pemerintahan paralel berusaha untuk memerintah Libya dari berbagai kota. Namun, analis mengatakan bahwa mungkin tidak segera memicu kembalinya perang saudara. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...