PM Turki: Desak Turki Akui Genosida Adalah Rasisme Eropa
ANKARA, SATUHARAPAN.COM – Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu pada Jumat (17/4) dengan nada marah mengecam Parlemen Eropa yang mengesahkan satu resolusi yang mendesak Turki mengakui pembunuhan massal warga Armenia di Kekaisaran Ottoman sebagai genosida, dengan menyatakan hal itu merupakan tanda tumbuhnya rasisme di Eropa.
Davutoglu yang berbicara kepada wartawan di Ankara mengatakan pernyataan tersebut mengesampingkan penderitaan warga Turki yang Muslim dalam Perang Dunia I dan berisiko memicu kebencian kepada kelompok-kelompok agama lain yang bukan Kristen.
Parlemen Eropa pada Rabu menyetujui satu resolusi yang mendesak Turki menggunakan ulang tahun ke-100 tragedi 1915 untuk “mengakui genosida Armenia” dan membantu mempromosikan rekonsiliasi antara kedua bangsa.
“Parlemen Eropa sebaiknya tidak mengambil keputusan yang akan menimbulkan kebencian terhadap satu agama atau kelompok etnis tertentu jika ingin berkontribusi bagi perdamaian,” kata Davutoglu.
“Isu ini sekarang melewati isu Turki-Armenia. Ini merupakan refleksi baru dari resisme di Eropa.”
Merujuk kepada kehadiran kelompok-kelompok nasionalis dan kanan-jauh di parlemen Eropa, ia berkata, “Semua kelompok marginal di Eropa telah berusaha membawanya ke Parlemen Eropa.”
“Parlemen Eropa punya struktur tempat keputusan-keputusan diambil dalam cara yang sangat begitu saja,” tambah Davutoglu.
Ketegangan-ketegangan atas penafsiran berbeda mengenai tragedi itu mengemuka menjelang 24 April ketika warga Armenia akan menandai ulang tahun ke-100 pembunuhan, khususnya setelah Paus Francis pada akhir pekan lalu menggunakan kata genosida.
Armenia dan diaspora Armenia mengatakan 1,5 juta warga Armenia dibunuh pasukan Ottoman dalam kampanye yang diperintah kepemimpinan militer Kekaisaran Ottoman untuk menghapus orang-orang Armenia dari Anatolia.
Turki menyatakan ratusan ribu warga Turki dan Armenia meninggal ketika pasukan Ottoman bertempur melawan Kekaisaran Rusia untuk menguasai bagian timur Anatolia dalam Perang Dunia I.
Davutoglu mengatakan bahwa penderitaan warga Turki yang beragama Islam dalam pertempuran itu telah dilupakan di tengah-tengah fokus pada warga Armenia.
“Warga keturunan Turki dan Armenia telah hidup berdampingan selama 1.000 tahun. Kami siap memperbaiki hubungan bertetangga dengan Armenia tetapi kami menentang pandangan tentang sakitnya “warga Turki” hendaknya dilupakan`.”
“Kami siap berbagi rasa sakit tetapi kami tidak akan tunduk,” kata dia.
Hollande-Putin Akan Bahas Konflik Ukraina di Armenia
Presiden Prancis Francois Hollande akan membahas krisis Ukraina dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah kunjungan ke Armenia pada 24 April, ujar seorang sumber dari pemerintahan Hollande, Jumat (17/04).
Putin dan Hollande menghadiri upacara di Yerevan untuk memperingati 100 tahun tragedi genosida Armenia.
Pertemuan itu akan berlangsung selama dua hari setelah Hollande bertemu dengan Presiden Ukraina Petro Poroshenko di Paris.
Hubungan antara kedua negara terganggu akibat keputusan Prancis untuk menunda pengiriman dua kapal perang Mistral kepada Rusia saat ketegangan Timur-Barat meningkat akibat konflik Ukraina.
Putin pada Kamis membantah adanya sengketa itu, seraya mengatakan, “Tentu saja tidak mengirimkan pesanan kapal berdasarkan kontrak yang sah merupakan sikap buruk, namun dari persepsi yang mendukung kemampuan pertahanan kami, terus terang hal ini tidak penting.” (AFP)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...