Pola Agroforestri Tingkatkan Antusias Warga Merehabilitasi Hutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan program rehabilitasi hutan dan lahan berbasis bibit unggul dengan bentuk pengelolaan agroforestri mampu meningkatkan antusias masyarakat dalam mereboisasi kawasan hutan.
Peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN Ari Nurlia mengatakan pola itu menciptakan dampak sosial berupa perubahan budaya tani, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, tutupan lahan, jasa lingkungan, serta kepercayaan.
"Sinergi dengan inovator lokal dalam pengadaan bibit terbukti mendorong peningkatan partisipasi dalam efektivitas program," ujarnya melalui keterangan di Jakarta, Rabu (13/12).
Program rehabilitasi hutan dan lahan secara partisipatif adalah win-win solution atau menguntungkan kedua belah pihak antara kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.
Paradigma yang semula tentang reboisasi hutan menggunakan bibit tanaman kayu kini telah beralih menjadi reboisasi menggunakan bibit unggul lokal buah-buahan yang tumbuh di lingkungan sekitar.
Salah satu contoh program rehabilitasi hutan dan lahan dengan pola agroforestri yang telah berhasil ada pada kawasan hutan lindung register 38 Gunung Balak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Wilayah Lampung sarat dengan konflik alih fungsi hutan negara. Total wilayah hutan seluas 1 juta hektare dengan 462.030 hektare hutan konservasi, 317.615 hutan lindung, dan 225.090 hutan produksi.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Way Seputih Way Sekampung (BPDAS WSS) Idi Bantara mengatakan pihaknya memanfaatkan tanaman unggulan lokal untuk reboisasi, salah satunya alpukat siger sibatu.
Program rehabilitasi hutan dan lahan dengan pola agroforestri tak hanya meningkatkan antusias masyarakat, tetapi juga mendorong sertifikasi indukan tanaman alpukat milik anggota kelompok dan menciptakan pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan pembibitan alpukat.
"Secara perlahan kesadaran masyarakat berkaitan dengan status kawasan hutan semakin baik. Provinsi Lampung khususnya Gunung Balak menjadi contoh reboisasi dengan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan tanaman unggulan lokal," kata Idi.
Program rehabilitasi hutan dan lahan dengan pola agroforestri juga memberikan dampak ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja bagi pusat pembibitan okulasi alpukat, layanan okulasi benih dan fasilitas studi lapangan bagi pelajar hingga terbentuknya kelompok dan lembaga tani.
Dalam satu hektare lahan berpotensi menghasilkan pendapatan bagi masyarakat dengan angka lebih dari Rp200 juta per tahun.
Dari aspek ekologi, rehabilitasi hutan dan lahan di Gunung Balak memberikan manfaat bagi hewan-hewan terutama hewan dari spesies burung.
Akademisi Fakultas Kehutanan (UGM) Sandy Nurvianto mengungkap rehabilitasi hutan dan lahan di Gunung Balak telah memberikan manfaat bagi hewan-hewan terutama hewan dari spesies burung.
Terdapat 36 jenis burung di kawasan rehabilitasi hutan dan lahan. Sedangkan, kawasan yang tanpa adanya rehabilitasi hutan dan lahan hanya ditemukan 28 jenis burung saja.
Adapun keanekaragaman jenis tumbuhan di wilayah tanpa rehabilitasi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang dilakukan program rehabilitasi.
"Karena sebagian besar di wilayah rehabilitasi banyak ditanami alpukat, sedangkan di wilayah tanpa rehabilitasi masyarakat pada umumnya menanam berbagai jenis tanaman," papar Sandy.
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...