"Polisi dan Kelompok Intoleran Kayak Panci dan Tutupnya"
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP), Ulil Abshar Abdalla, mengibaratkan aparat kepolisian dan kelompok intoleran seperti panci dan tutupnya.
Menurutnya, aparat kepolisian sering memanfaatkan dan melegitimasi alasan yang disampaikan kelompok intoleran untuk menyembunyikan ketidaksukaan serupa yang mereka miliki.
Bukti terbaru, 500 anggota polisi yang hadir dan membentuk pagar dalam acara pertemuan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965, di Wisma Coolibah, Cianjur, Jawa Barat, hari Kamis (14/4) lalu, malah melobi peserta acara untuk membatalkan saja niatannya, bukan mengusir kelompok intoleran.
“Dalam beberapa kasus, aparat keamanan takut menghadapi kelompok intoleran, malah mereka menggunakan alasan kelompok intoleran untuk melegitimasi ketidaksukaan mereka pada acara pertemuan seperti itu,” kata Ulil kepada satuharapan.com, di Kantor ICRP, Jalan Cempaka Putih Barat XXI No. 34, Jakarta Pusat, hari Jumat (15/4) malam.
“Polisi memang tidak suka pada pertemuan atau diskusi dan menganggap itu ‘kelompok kiri’ semacam komunis. Jadi ketika ada yang protes, ya kebetulan, kayak panci ketemu tutup,” dia menambahkan.
Diskusi Kok Dilarang?
Ulil pun menyampaikan keprihatinannya menyaksikan aksi pembubaran pertemuan atau diskusi yang dilakukan kelompok intoleran. Dia meminta, pemerintah segera mengambil tindakan tegas.
Sebab, menurutnya, bila aksi intoleran terus dibiarkan, maka akan menghadirkan momentum dimana masyarakat diizinkan bertindak seenaknya, mulai dari menghentikan pertemuan hingga membubarkan diskusi yang tidak disukai.
“Harus dicegah kelompok seperti ini, diskusi masa dilarang?” kata Ulil.
Meskipun, Presiden Joko Widodo melalui Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, telah memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menindak tugas pelaku intoleransi agar tindak intoleran dan larangan berekspresi tidak terus terjadi, namun kelompok intoleran masih terus melancarkan aksinya.
Kelompok intoleran kembali membubarkan paksa pertemuan kelompok minoritas. Kali ini, acara pertemuan Yayasan YPKP 1965, di Wisma Coolibah, Cianjur, Jawa Barat, hari Kamis (14/4) lalu, menjadi korbannya.
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengecam keras tindakan oknum TNI, Polri dan kelompok intoleran yang membubarkan acara pertemuan YPKP 1965. Menurut catatan IKOHI, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah hampir 30 kali kerusuhan dan konflik dibuat oleh oknum-oknum tersebut.
Ketua IKOHI, Yeti, mempertanyakan letak demokrasi dan rasa aman dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo, khsususnya bagi korban 1965 yang sudah tua dan tidak mungkin membuat kekacauan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...