Polisi Geledah Kantor SKK Migas Terkait Korupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bareskrim Polri menggeledah kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) di Jalan Gatot Subroto, Jaksel dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Midplaza II, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (5/5).
Hingga Selasa pukul 23.30 Bareskrim masih belum selesai mencari bukti-bukti kontrak antara SKK Migas dengan PT TTPI.
"Pada hari Selasa ini, Bareskrim melakukan penggeledahan di dua lokasi itu," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor E Simanjuntak di Jakarta.
Penggeledahan tersebut, menurut dia, untuk mencari dokumen perjanjian kerja terkait penjualan kondensat bagian negara kepada TPPI pada kurun waktu 2009-2010.
Penggeledahan dilakukan berdasarkan surat penetapan Pengadilan Negeri Jaksel dan PN Jakpus.
"Penggeledahan dilakukan untuk mendapat dokumen yang terkait dengan proses penjualan kondensat bagian negara sebesar kurang lebih 156 juta dolar AS," katanya.
Ia menjelaskan, TPPI telah menjual kondensat milik SKK Migas, namun uang hasil penjualan tidak disalurkan ke negara.
"Sudah uangnya tidak diberikan (ke negara), kontraknya juga tidak diputus, malah dilanjut terus, akhirnya negara merugi terus hingga 156 juta dolar AS," katanya.
Victor menambahkan, penggeledahan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik sebelumnya yakni pemeriksaan terhadap beberapa orang saksi dan petunjuk serta bukti lainnya termasuk hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kronologinya, ia menjelaskan, pada 2009, SKK Migas melakukan proses penunjukkan langsung penjualan kondesat bagian negara kepada TPPI dengan tidak menjalankan proses yang sesuai dengan ketentuan.
Tindakan ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
"Ini melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara," katanya.
Dalam kasus ini, ia menyebut, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai 156 juta dolar AS atau mencapai lebih kurang Rp 2 triliun. (Ant)
KIPMI: Vaksin Program Nasional Tidak Mengandung Babi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pembina Komunitas Ilmuwan dan Profesional Muslim Indonesia (KIPMI) dr. Ra...