Politik Tanpa Moral
SATUHARAPAN.COM - Ada pembohong mencaci orang lain tukang bohong. Ada agen kepentingan asing menuduh orang lain antek asing. Ada maling meneriaki orang lain koruptor. Ada yang jebul-nya pengkhianat, tapi berlagak pejuang penjaga kesatuan. Ada Sengkuni yang bicara tentang moral.
Ada yang tanpa malu-malu menjilat ludah sendiri, tanpa sungkan-sungkan menelan berak sendiri. Kayak yang dulu bilang, “Pejabat itu ya harus beragama anu, ‘kan mayoritas penduduk agamanya juga anu.” (Karena lawannya bukan beragama anu), dan sekarang bilangnya, “Kita mau mencari pemimpin negara, bukan pemimpin agama.” (Karena jagonya ternyata tidak seanu agamanya).
Ada yang karena tidak sanggup menunjukkan kelebihan diri sendiri, lalu kelemahan orang lain dicari — bahkan dicari-cari; dengan menebar hoax menabur fitnah, dengan terus membangkit-bangkitkan hantu yang sudah mati, dan dengan menjual agama memanfaatkan “keluguan” umat; diiming-iminglah mereka dengan surga dan neraka, sekali pun itu meruntuhkan logika.
Bila mereka sepaham; pecundang dipuja sebagai panglima, penipu dielu-elukan sebagai begawan (bahkan setan pun mereka pertuhan). Tapi bila tidak sepaham, orang yang lurus pun terus di-bully, dan yang benar-benar begawan (dalam ilmu keagamaannya, luas budi pekerti dan kebijaksanaannya) mereka olok-olok dan hina dina.
Begitulah bila berpolitik tanpa moral. Uang dan kekuasaan menjadi tujuan. Kepentingan pribadi di atas segala-galanya. Rakyat sekadar diatasnamakan. Akal sehat lumpuh. Hati nurani tuli. Rasa malu, lebih-lebih rasa salah, tak lagi berfungsi. Bisa dibayangkan, apa jadinya negeri ini bila “dipegang” orang-orang seperti itu?! Tuhan, lepaskanlah negeri ini dari yang jahat.
Editor: Tjhia Yen Nie
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...