Politisi Australia Usul Kibarkan Bintang Kejora Tiap 1 Desember
MORELAND, MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM - Seorang politisi di sebuah kota kecil di Australia melancarkan gagasan yang mendukung pengibaran bendera Bintang Kejora atau bendera Papua Merdeka di gedung Balai Kota di kota tersebut setiap tanggal 1 Desember. Gagasan itu akan diperdebatkan oleh para konselor Dewan Kota pada hari Rabu ini (12/07).
Politisi itu, Sue Bolton, adalah satu dari 11 konselor di Dewan Kota Moreland, Melbourne, Australia. Kota ini berdiri pada 1994 dan berpenduduk 162.500 orang, menurut sensus 2016 .
Bolton yang berasal dari Aliansi Sosialis Moreland, mengusulkan kepada Dewan Kota untuk mengadakan sidang pekan ini, yang agenda pokoknya adalah memperdebatkan dan memutuskan pengesahan pengibaran Bintang Kejora setiap 1 Desember di Balai Kota Moreland. Tanggal itu dipilih karena dianggap sebagai hari kemerdekaan Papua. Bintang Kejora pertama kali dikibarkan pada tanggal yang sama tahun 1961.
Selama ini Balai Kota Moreland mengibarkan beberapa bendera dengan berbagai alasan. Yang secara permanen berkibar adalah bendera resmi Australia, bendera Aborigin dan bendera Torres Strait Isilander. Selain itu ada satu tiang lagi yang sebelum ini dipakai mengibarkan bendera 'pelangi' LGBT. Bendera LGBT akan terus berkibar sampai nantinya perkawinan sesama jenis menjadi undang-undang di Australia.
Konselor Bolton mengatakan Moreland memiliki sejarah panjang dalam mendukung kemerdekaan Timor Leste. Dan ia berpendapat situasi di Papua mirip dengan Timor Leste. Itulah alasannya mengajukan dikibarkannya Bintang Kejora setiap tanggal 1 Desember.
Apakah usul itu akan disetujui oleh Dewan Kota, masih perlu ditunggu. Yang jelas gagasan Bolton tampaknya tidak akan mulus pada sidang yang akan berlangsung hari Rabu nanti. Suara skeptis cukup banyak yang muncul.
Seorang pejabat di Balai Kota Moreland mengatakan selama ini salah satu tiang bendera di Balai Kota diperuntukkan untuk bendera LGBT. Pengibaran bendera LGBT tersebut dengan syarat tidak ada bendera lainnya yang harus dikibarkan. Oleh karena itu, kata dia, bila nanti sidang Dewan Kota memutuskan bahwa bendera Papua Merdeka akan dikibarkan, berarti bendera LGBT harus diturunkan.
"....bendera 'pelangi' perlu turun untuk hari itu, untuk memberi tempat bagi bendera Papua," kata pejabat tersebut, sebagaimana diberitakan oleh Herald Sun, hari ini (10/07).
Pejabat Dewan Kota itu menambahkan, sebetulnya Moreland tidak memiliki kebijakan atau kerangka kerja untuk memahami situasi Papua. Juga, Dewan Kota tidak melihat bahwa jumlah orang Papua di Moreland cukup banyak.
Diperkirakan akan terjadi perdebatan yang sengit tentang gagasan ini. Beberapa kalangan mengatakan isu Papua kurang relevan dengan kebutuhan kota tersebut. Apalagi suara masyarakat yang mengkritisi kinerja Dewan Kota juga cukup luas.
Bulan lalu, Dewan Kota mendapat kecaman karena dianggap mencampuri isu-isu kontroversial seperti pengibaran bendera politik mempromosikan UU suku asli, dan mengangkat kasus-kasus perselisihan etnis yang sudah lama.
Pada waktu itu, Evan Mulholland, salah seorang intelektual dari lembaga tanki pemikir Istitute of Public Affairs, mengatakan bahwa anggota Dewan Kota dipilih untuk memperbaiki jalan lokal dan membersihkan sampah.
"Anggota Dewan tidak memiliki yurisdiksi untuk mengomentari urusan internasional ... Mereka harus melakukannya sendiri sebagai warga negara daripada menghabiskan uang kita," katanya.
Selain menggagas pengibaran bendera Papua Merdeka, Bolton juga mengeritik Dewan Kota yang melakukan peninjauan terhadap sebuah peraturan di kota Moreland. Lewat peninjauan peraturan tersebut, ada banyak hal yang kini harus mendapat izin dari pemerintah bila ingin berkumpul.
Menurut Bolton, peraturan baru itu "kejam" dimana setiap orang yang akan membagikan selebaran harus mendapat izin dari Dewan Kota.
Dia mengatakan bahwa, di bawah peraturan yang ditinjau itu, kelompok yang ingin membagikan selebaran untuk mempromosikan acara mereka atau mengingatkan warga atas suatu perkembangan baru, harus mendapat izin dari Dewan Kota.
Bolton mengatakan ini adalah serangan terhadap kebebasan berbicara dan hak warga untuk melakukan demonstrasi.
Namun Juru bicara Moreland, Marco Bass, mengatakan bahwa revisi UU tersebut hanya merupakan penyajian ulang peraturan sebelumnya sehingga lebih sederhana dan lebih jelas.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...