Polusi Gelombang Suara dan Sampah Ancam Mamalia Laut
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan polusi gelombang suara atau ocean noise dan sampah laut atau marine debris menjadi dua hal utama yang mengancam keberadaan mamalia laut yang berada dan singgah di perairan Indonesia.
"Ada dua poin yang teridentifikasi sebagai ancaman mamalia laut yaitu polusi gelombang suara atau ocean noise dan sampah laut atau marine debris," kata Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut KKP Pamuji Lestari dalam International Seminar On Marine Mammal Threats: Marine Debris and Ocean Noise yang digelar secara hybrid, Rabu (30/6).
Lestari menuturkan, identifikasi dilakukan antara tim KKP dan para pakar serta peneliti nasional untuk membahas ancaman terhadap keberlanjutan mamalia laut.
Ia mengungkapkan, Indonesia menjadi salah satu hotspot habitat penting bagi mamalia laut. Setidaknya ada 35 jenis mamalia laut diketahui berada atau melintas di perairan Indonesia.
Oleh karena itu, kemunculan mamalia laut di wilayah pesisir merupakan fenomena wajar. Sayangnya, dalam satu dekade terakhir, biota laut yang terdampar di pesisir juga kerap terjadi.
"Sejak 2015 hingga saat ini, sekitar 52,2 persen paus terdampar bisa kita selamatkan atau dikembalikan ke laut," katanya.
Lestari menuturkan, tidak seperti hewan endemik, hewan yang bermigrasi jauh seperti mamalia laut perlu mendapatkan perhatian khusus. Terlebih, ancaman utama yang mereka hadapi juga terkait dengan perbuatan manusia.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan mamalia laut sebagai jenis ikan yang dilindungi sejak 1999. Artinya, pemanfaatan langsung biota laut tersebut dilarang sama sekali.
KKP, lanjut Lestari, juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Korservasi Mamalia Laut untuk periode pelaksanaan 2018-2022.
"Pemerintah Indonesia juga telah menunjukkan komitmennya melalui penetapan berbagai regulasi termasuk komitmen untuk menurunkan 70 persen sampah laut pada 2025," katanya.
Senada, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Hendra Yusran Siry mengatakan polusi gelombang suara dan sampah laut menjadi sumber masalah mengapa banyak mamalia laut terdampar.
"Sejak 2015, tercatat ada sekitar 100-an kasus mamalia terdampar, dengan rincian sekitar 16-20 kasus per tahunnya," katanya.
Dalam rangka penanganan mamalia laut terdampar, KKP sejak tahun 2012 telah mengeluarkan Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar, melaksanakan sejumlah sosialisasi dan pelatihan penanganannya, sekaligus membentuk jejaring penanganan mamalia laut terdampar bersama para mitra.
KKP juga telah menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Mamalia Laut Periode 2018-2022 dan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk koordinasi dan pelaksanaan RAN konservasi mamalia laut, termasuk penanganan mamalia laut terdampar, berdasarkan Keputusan Menteri KP Nomor 14 Tahun 2020.
Peretas Korut Curi Kripto Senilai 58 Miliar Won
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa peretas Korea Utara (Korut) berada di ba...