Potong dan Tempel Saja, "Tak Apa-apa"
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Seratus karya seni dengan teknik potong-tempel (cut-paste) dan dua puluh drawing yang kesemuanya menggunakan medium kertas karya kolektor barang seni asal Medan, Franky 'Acun' Pandana dipamerkan di Miracle prints, 14-28 September 2018.
Dengan berdimensi antara 14 cm x 9 cm sampai 16 cm x 12,8 cm karya-karya Franky bisa dikatakan masuk dalam 'karya mini' dengan teknik paling sederhana yaitu potong-tempel (cut-paste) dari kertas berbagai koran, majalah, ataupun bahan cetak lainnya.
Karya seni dengan menggunakan teknik potong-tempel (cut-paste) dikenal beberapa bentuk yakni kolase, montase, dan mozaik. Meskipun secara prinsip memiliki teknik yang sama, ketiganya menghasilkan karya dengan karakter yang berbeda.
Kolase adalah karya seni tempel yang komposisinya terdiri dari berbagai macam bahan yang ditempel pada sebuah permukaan pola. Bahan yang digunakan dari berbagai jenis bahan dari alam, seperti batu, daun, ranting, bunga keriang, biji-bijian, kerang atau sejenisnya ataupun bahan olahan seperti plastik, kain flannel, karet, logan atau lainnya.
Montase adalah karya seni tempel yang mengkombinasikan gambar-gambar jadi dari berbagai sumber berupa koran bekas, majalah bekas, buku yang sudah tidak dipakai, pamflet ataupun yang lainnya menjadi susunan karya seni baru.
Sementara mozaik merupakan karya seni tempel yang mengkombinasikan kepingan bahan disusun membentuk desain visual sesuai yang diinginkan. Kepingan bahan bisa berupa kepingan kertas, kepingan kulit telur, kepingan keramik, kepingan kaca, kepingan daun, kepingan batu, kepingan kayu atau kepingan yang lainnya. Dalam karya lukisan, mozaik mirip dengan lukisan beraliran kubisme ataupun karya-karya lukisan kaca patri.
Beberapa waktu lalu seniman-perupa Supar Madiyanto memamerkan karya mozaik wajah berjudul "Soekarno" memanfaatkan potongan-potongan kertas membentuk wajah Proklamator RI Soekarno di atas kertas karton.
Secara kebentukan, bahan, dan teknik potong-tempel, sebenarnya karya Franky lebih condong pada gabungan montase dan mozaik dimana disadari ataupun tidak, Franky mengejar bentuk-bentuk tertentu dari potong-tempelnya dikombinasi dengan goresan garis-garis sederhana.
"Karya-karya ini dimulai dari kebosanan sembari melakukan rutinitas. Tidak ada konsep yang berat-berat, tidak ada ide yang cerdas sekali, kadang juga tidak untuk memuaskan nafsu visual. Kali ini hanya seperti “mainan” yang menghibur dalam masa kebosanan," jelas Franky saat pembukaan pameran, Jumat (14/9) sore.
Medan adalah passion Franky dalam mengoleksi karya, mengelola sebuah ruang seni Embun Art Room-Medan, menggambar dan melontarkan kritik, serta provokasi-provokasi dalam dunia seni terutama seni rupa.
Di satu sisi Franky sangat ‘meresahkan’ buat kawan-kawan diskusinya, namun di sisi yang lain tidak jarang mendatangkan respek buat yang memahaminya. Betapa kecintaannya pada seni rupa dan kecintaannya pada kota Medan adalah sebuah obsesi bagi berkembangnya seni rupa beriringan dengan berkembangnya apresiasi mengejar kota-kota lain di Indonesia. Dan Franky mengemasnya dalam cara yang sederhana sebagaimana tajuk pameran yang sedang berlangsung: "Tak Apa-Apa".
Pameran “Tak Apa-Apa” akan berlangsung di Miracle Prints, Jalan Suryodiningratan MJ II/853, Mantrijeron, Yogyakarta hingga 28 September 2018.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...