Preman
SATUHARAPAN.COM - Kalimat itu sungguh menyentak: “Sejuta preman mati, rakyat Yogya tidak rugi.” Sejuta preman? Rakyat Yogyakarta?
Tak seorang pun tahu pasti dari mana asal kalimat itu. Tiba-tiba saja muncul di poster, lalu beredar luas di dunia maya lewat Twitter maupun Facebook, dan jadi wacana publik. Banyak orang melihatnya sebagai kampanye terselubung untuk membela tindakan oknum Kopassus yang, dengan kepala dingin, menghabisi empat preman yang mendekam di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, akhir Maret lalu.
Namun terlepas dari soal itu, pesan yang dibawa sungguh mengkhawatirkan, walau sekaligus menimbulkan banyak tanda tanya. Klaim tentang “rakyat Yogya”, misalnya, yang katanya “tidak rugi” walau ada “sejuta preman mati”. Tentu saja, tak seorang pun mampu memberi pembenaran terhadap klaim tersebut. Setahu saya, tidak ada survei yang mendahului dan menjadi dasar klaim itu.
Dan, kalau toh ada survei yang membenarkannya, kalimat itu masih sangat problematis. Sebab benarkah soal kematian -apalagi pembunuhan terencana- dapat dikaitkan dengan untung-rugi? Bukankah pembunuhan terhadap satu orang saja, walaupun ia preman, seyogianya mengusik nurani kita?
Sebab preman adalah tetap seorang manusia, sama seperti kita. Membenarkan pembunuhan terhadap preman, berapapun jumlahnya, hanya akan makin menistakan nilai kemanusiaan dan membuat kita makin gagal menjadi manusia. Karena para bijak sudah lama mengingatkan, pembunuhan terhadap satu manusia pada dasarnya adalah pembunuhan terhadap seluruh umat manusia.
Editor : Sabar Subekti
Jaga Imun Tubuh Atasi Tuberkulosis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro, Dr dr Raden Rara Diah Handayani, Sp.P...