Presiden akan Reshuffle Kabinet?
SATUHARAPAN.COM – Wacana reshuffle (perombakan) Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla terus menjadi topik menarik di sejumlah media massa, mulai dari cetak, televisi, hingga online. Sejumlah narasumber layak dipercaya pun telah membenarkan wacana itu. Menurut mereka, perombakan Kabinet Kerja akan dilakukan pada Pemerintahan yang baru berusia delapan bulan itu dalam waktu dekat.
Pada 26 Juni 2015, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan perombakan kabinet dibutuhkan dalam upaya membangkitkan perekonomian dan mempercepat penyaluran anggaran di tengah lambatnya kemajuan berbagai proyek konstruksi. Selain itu, perombakan kabinet juga diperlukan untuk meyakinkan investor asing mendanai berbagai proyek yang tidak mungkin didanai sendiri oleh pemerintah.
Jusuf Kalla mengemukakan Pemerintah tengah bergumul mengatasi berbagai persoalan, seperti rendahnya penyerapan anggaran dan lambatnya proyek-proyek konstruksi untuk direalisasikan. Indonesia dengan Produk Domestik Bruto (PDB) 900 miliar dolar Amerika Serikat diharapkan bergabung dalam jajaran kelompok negara elit dengan PDB 1 triliun dolar Amerika Serika pada beberapa tahun mendatang.
PDIP Izinkan KMP
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sebagai pendukung Pemerintah mengizinkan "oposisi" Koalisi Merah Putih (KMP) masuk dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, mengatakan Presiden Jokowi harus mempertimbangkan dukungan parlemen demi mengurangi hambatan politik dalam merealisasikan berbagai program pemerintahan yang diusung.
"Realistisnya, saat ini dukungan politik dari parlemen belum signifikan, kalau tidak didukung 50 plus satu, Presiden akan menghadapi hambatan politik," kata Basarah.
Terkait fungsi pengawasan dan keseimbangan (cheks and balances) dari parlemen yang akan berkurang bila KMP masuk Kabinet Kerja Jokowi-JK, dia enggan mempermasalahkan hal tersebut. Sebab, menurut dia, mengurangi potensi terjadinya konflik antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan Pemerintah jauh lebih penting, daripada parlemen dan Pemerintah senantiasa berkonflik.
"Lebih bermanfaat mana, checks and balances atau bangsa ini terus menghadapi realitas konflik antara parlemen dengan Pemerintah?," ucap Basarah.
Meski begitu, dia mengatakan, memberikan dukungan pada Pemerintah tidak lantas mendukung segala kebijakan yang diambil, Bila ditemukan kebijakan yang tidak pro-rakyat, maka partai politik pendukung tersebut tetap bisa mengkritisi.
PAN Tunggu Tawaran
Menanggapi isu perombakan Kabinet Kerja, Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto membantah partainya ditawari posisi menteri oleh Presiden Jokowi. Dia mengungkapkan, pihaknya akan mempertimbangkan lebih dahulu, bila nantinya tawaran tersebut benar-benar disampaikan Presiden Jokowi.
"Ya kita tunggu saja, jangan pakai kalau dong. Benar tidak tawaran itu datang, kalaupun datang ada mekanisme partai yang harus kita lalu. Tapi PAN setuju reshuffle itu jadi kebutuhan negeri ini, bukan keputuhan PAN," kata Yandri Susanto.
Dia melanjutkan, PAN tidak alergi masuk pemerintahan, meskipun saat ini masih berada di luar pemerintahan bersama Koalisi Merah Putih (KMP). “Itu hak preogratif presiden, kita tunggu saja, jangan ngoyo. Kalau PAN kencang dorong reshuffle (kabinet), bukan berarti PAN harus duduk di kabinet. Di luar pemerintahan juga terhormat, PAN bisa banyak berbuat," ujar Yandri.
Penghuni Komisi II DPR RI itu menambahkan, PAN memiliki mekanisme sendiri dalam menanggapi isu, tidak selalu bergantung pada kebijakan KMP. Karena, PAN tidak ingin tersandera dengan kepentingan partai politik lain.
"PAN punya kajian sendiri, pandangan sendiri dalam mengambil keputusan. KMP-KIH hanya per momentum saja, tapi untuk situasi tertentu PAN punya keputusan untuk tidak tersandra dengan partai manapun," kata Yandri
Mencari Menteri Petarung
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan perombakan Kabinet Kerja Jokowi-JK nantinya tidak boleh berdasarkan pada asa bagi-bagi kursi untuk partai politik. Sebab, menurut dia, hal tersebut sama sekali tidak berarti.
“(Kalau bagi-bagi kursi) tidak ada gunanya,” kata sosok yang akrab disapa Buya itu dalam acara Peluncuran dan Diskusi Buku ‘Muazin Bangsa dari Makkah Darat’ di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Selatan, hari Jumat (3/7).
Menurut Buya, perombakan kabinet harus melahirkan sosok menteri petarung. Sebab, dia melihat, kinerja Kabinet Kerja Jokowi-JK selama delapan bulan tidak menghasilkan perubahan fundamental. Oleh karena itu, dibutuhkan perombakan kabinet agar Pemerintahan Jokowi-JK bisa melahirkan gagasan baru.
“Pemerintah sekarang ini delapan bulan tidak ada perubahan yang fundamental, dulu pernah saya bilang Jokowi harus jadi petarung. Memang situasinya sulit, dia bukan tokoh partai, tapi harus bisa,” tutur Buya.
Isu perombakan Kabinet Kerja sempat menjadi perbincangan hangat di bulan Mei 2015 kemarin. Nama-nama yang santer diteriakkan agar segera diganti seperti Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
Presiden Joko Widodo mengatakan jangan sampai menteri Kabinet Kerja terganggu dengan berbagai wacana termasuk reshuffle.
"Jangan ganggu menteri yang baru bekerja jangan buat gaduh," kata Presiden usai berbuka puasa dengan pimpinan DPR RI di Jakarta, hari Selasa (23/6) malam.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...