Presiden Janji Kasus PPP dan Golkar Tidak Terulang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan mengungkapkan Presiden Joko Widodo berjanji kasus seperti yang dialami oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar tidak akan terulang kepada partai politik lain yang akan melangsungkan pergantian kepengurusan dalam waktu dekat.
Menurut Trimedya, hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat sejumlah fraksi di DPR mempertanyakan masalah hak angket yang akan diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly di sela-sela Rapat Konsultasi Presiden dengan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (6/4).
"Bambang Soesatyo (Sekretaris Fraksi Golkar) dan Aziz Syamsuddin (Ketua Komisi III DPR) sampaikan, ada menteri (Yasonna) yang seperti itu ke presiden bahwa ada hak angket politik. Presiden sampaikan tidak ada intervensi, tapi pemerintah tidak bisa memuaskan semua pihak. Buktinya, Partai Amanat Nasional (PAN) aman-aman saja, kan," kata Trimedya menirukan pernyataan Presiden Jokowi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/4).
Selain itu, dia juga mengungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Edie Baskoro Yudhoyono (Ibas) juga meminta kepada Jokowi agar partainya tidak mengalami hal seperti yang dialami Golkar dan PPP, di mana terjadi konflik internal akibat keputusan Menkumham dinilai memihak ke salah satu kubu beda pendapat.
"Ibas sampaikan kepada Presiden Jokowi agar Demokrat jangan sampai di-Golkar-kan juga. Kemudian, Jokowi sampaikan masalah internal partai itu masalah partai, pemerintah tidak ikut campur," kata Trimedya.
Mendengar hal tersebut Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyesalkan pernyataan Ibas itu. Menurut dia, seharusnya masalah internal partai tidak dibahas dalam Rapat Konsultasi Presiden dengan DPR, melainkan dalam rapat khusus dengan menteri terkait.
"Permintaan internal partai sebaiknya tidak disampaikan. Sehingga, secara normatif presiden mengamini itu (tidak menggolkarkan Demokrat)," tutur dia.
Saat hal tersebut ditanyakan kepada Menkumham Yasonna, dia langsung membantah anggapan bahwa pemerintah mengintervensi dalam masalah pengesahan kepengurusan Golkar dan PPP. Dia menjelaskan pemerintah hanya mengambil keputusan berdasarkan mekanisme peraturan perundangan-undangan yang diatur dalam Undang-Undang No 2/2008 tentang Partai Politik, yakni guna mengatasi kekisruhan partai politik diselesaikan melalui mahkamah partai dan kalau tidak menemui titik temu dapat melalui pengadilan.
Sehingga, dia menambahkan, pemerintah dalam hal ini memberikan kepastian terhadap partai politik dengan berpedoman pada UU 2/2008 tentang Partai Politik. Meskipun, dia mengakui keputusan pemerintah sangat berpengaruh terhadap kisruh politik yang tidak bisa terhidarkan.
"Kami independen. Dalam kasus PPP hal penentuan itu Menkumham mengacu pada parpol. Sementara dalam kasus Golkar, Menkumham menyarankan agar menempuh sesuai dengan UU Parpol. Mahkamah partai kemudian mengeluarkan putusan. Menkumham melihat telah ada putusan dan selesai dan merujuk pada UU Parpol," tutur Yasonna.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...