Presiden Jokowi Minta Pengesahan RUU KUHP Ditunda
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) ditunda. Penundaan tersebut setelah mengikuti perkembangan pembahasan RUU KUHP dan mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan.
“Saya telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/9) siang.
Presiden berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama sehingga pembahasan RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya.
“Saya juga memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk kembali menjaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada,” sambung Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, dari subtansi-subtansi yang dicermatinya, setidaknya ada 14 pasal dari RUU KUHP itu yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.
“Nanti ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada,” jelas Presiden Jokowi.
DPR Pertimbangkan Tunda Pengesahan RKUHP
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan permintaan Pemerintah untuk menunda pengesahan RUU KUHP menjadi undang-undang.
DPR dijadwalkan akan mengesahkan RUU KUHP menjadi UU pada di Sidang Paripurna, Selasa (24/9).
"Penundaan dilakukan selain mendengarkan permintaan pemerintah juga sebagai bukti bahwa DPR mendengar dan memperhatikan kehendak masyarakat yang menghendaki RUU KUHP ditunda pengesahannya," kata Bambang Soesatyo dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/9).
Bambang meyakini semua fraksi di DPR RI akan mempunyai sikap yang sama jika sudah berbicara kepentingan rakyat. Menurut dia, dirinya sudah berbicara dengan beberapa pimpinan fraksi di DPR untuk membahas penundaan itu pada hari Senin (23/9) dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI.
"Seperti diketahui pengambilan keputusan tingkat pertama sudah dilakukan kemarin di DPR bersama-sama pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM. Tinggal ketok palu di paripurna untuk pengesahan yang rencananya akan digelar pada hari Selasa, 24 September," ujarnya.
Jika pada rapat Bamus, Senin (23/9), para pimpinan fraksi setuju menunda, akan dilanjutkan dengan pembahasan kembali pasal-pasal yang dianggap masyarakat masih kontroversial.
Bambang mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan sebelum rapat Bamus apakah pengesahan RUU KUHP akan dilaksanakan pada DPR periode saat ini atau selanjutnya karena akan dibahas kembali dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pihak pemerintah atau Presiden.
Ia menegaskan bahwa DPR akan berusaha sejalan dengan keinginan Pemerintah dan masyarakat untuk menunda pengesahan RUU KUHP.
"Bagaimana kelanjutan pengesahan RUU KUHP ini kita akan lihat kembali karena kami akan bawa ini ke Rapat Bamus DPR RI pada hari Senin depan untuk kita minta masukan dari pimpinan fraksi melalui rapat tersebut," katanya.
Bambang mengatakan bahwa pimpinan DPR telah menerima masukan dari perwakilan mahasiswa yang berdemo di depan DPR terkait dengan penyempurnaan RUU KUHP karena dianggap masih ada beberapa pasal yang dinilai kontroversial.
Menurut dia, beberapa pasal yang dinilai kontroversial akan dibahas lagi dan hasilnya akan disosialisasikan kepada masyarakat. Ia menyebutkan beberapa pasal yang dianggap kontroversial, antara lain, pasal yang mengatur soal kumpul kebo, kebebasan pers, dan penghinaan terhadap kepala negara.
"Memang tidak mudah kita berjuang untuk memiliki buku induk atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri menggantikan KUHP kolonial peninggalan Belanda. Saya bisa merasakan tekanannya yang luar biasa," katanya.
Dalam pembahasan RUU KUHP, kata Bambang, DPR RI juga mendapat tekanan yang kuat terkait dengan masalah LGBT, setidaknya ada 14 perwakilan negara-negara Eropa, termasuk negara besar tetangga Indonesia.
Menurut dia, negara-negara tersebut tidak ingin adanya pelarangan LGBT dalam KUHP karena mereka menginginkan LGBT tumbuh subur di Indonesia.
"Sikap DPR tegas, kita penentang terdepan untuk LGBT berkembang di Indonesia," ujarnya. (setkab.go.id/antaranews.com)
Indonesia Kirimkan Bantuan 2,7 Juta Dosis Vaksin Polio bOPV ...
YANGON, SATUHARAPAN.COM- Pemerintah Indonesia mengirimkan bantuan berupa 2,7 juta dosis vaksin Polio...