Yasonna: Zinah dan Kumpul Kebo Merupakan Delik Aduan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan bahwa perbuatan zinah dan kumpul kebo (kohabitasi) yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) hanya dapat diadukan oleh orang yang terkena dampak dua perbuatan tersebut.
"Mengenai perzinahan yaitu persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri merupakan delik aduan yang hanya bisa dilakukan oleh suami atau istri atau orang tua atau anak, jadi pengaduannya dibatasi oleh orang-orang yang paling terkena dampak," kata Yasonna di gedung Kemenkumham Jakarta, hari Jumat (20/9).
Yasonna menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers yang juga dihadiri oleh Ketua Tim Perumus Rancangan KUHP, Muladi dan tim.
Dalam draf revisi KUHP pasal 417 ayat (1) disebutkan "Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau isterinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II" sedangkan ayat (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
"Tidak ada keharusan pengaduan harus diikuti gugatan perceraian karena perzinahan ini dalam konteks dan nilai-nilai masyarakat Indonesia, bukan masyarakat kota besar," tambah Yasonna.
Sedangkan mengenai kumpul kebo diatur dalam pasal 419 ayat (1) "Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II. Zinah dan kumpul kebo ikut diatur karena menurut Yasonna bila tidak diatur maka pemerintah dapat dipersepsikan menyetujui perzinahan.
"Kecuali kita mau mengatakan di sini, nanti kalau kita tidak atur dikatakan lagi, pemerintah atau Menkumham menyetujui perzinahan, kalau itu lebih berat buat saya. Jadi jangan diputar balik," ungkap Yasonna.
Yasonna juga sudah menjelaskannya dengan salah satu dubes negara sahabat.
"Ada berita di Australia mengatakan, seperti jadinya 'travel warning', supaya jangan datang ke Indonesia. Saya kemarin ketemu dengan seorang Dubes saya jelaskan kepada mereka seolah-olah negara kita ini akan menangkapi semua orang sampai jutaan orang akan masuk penjara hanya karena kohabitasi, itu hanya mungkin terjadi kan delik aduan," tambah Yasonna.
Padahal orang yang dikenakan kohabitas harus berdasarkan aduan.
"Kadang-kadang orang tuanya justru mengadukan perkosaan, agar tidak seperti ini kita buat ancamannya cuma enam bulan, dapat ditarik kembali. Ini klarifikasi, jadi jangan di seolah-olah dunia ini akan kiamat kita tangkapi semua orang enggak ada tujuan kita semua itu," Yasonna.
Pada hari ini Presiden Joko Widodo meminta adanya penundaan pengesahan RUU KUHP karena masih ada sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang dan berharap pengesahan RUU KUHP itu dilakukan DPR periode 2019-2024.
Presiden juga meminta Yasonna untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat. Revisi KUHP dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dimulai sejak Presiden mengeluarkan Surat Presiden berisi kesiapan pemerintah dalam membahas RUU KUHP pada 5 Juni 2015 namun selalu tertunda.
Sebelumnya RUU KUHP dijadwalkan akan disahkan pada rapat paripurna DPR 24 September 2019.
KUHP yang saat ini diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.
Rencana revisi KUHP sendiri sudah dimulai sejak satu seminar 1963. Tim perumus RUU KUHP sepakat tidak membuat KUHP sama sekali dari nol. Tim melakukan rekodifikasi KUHP Hindia Belanda.
RUU KUHP kemudian baru mengalami kemajuan ketika Muladi menjadi Menteri Kehakiman. Muladi sempat mengajukan RUU KUHP ini ke Sekretariat Negara namun baru pada 2013 DPR secara intensif melakukan pembahasan RUU KUHP. (antaranews.com)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...