Presiden Terpilih Iran Tidak Ingin Bertemu Joe Biden
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Presiden terpilih Iran, Ebrahim Raisi, mengatakan dia tidak akan bertemu dengan Presiden Joe Biden atau merundingkan program rudal balistik Teheran dan dukungannya terhadap milisi regiona.
Raisi juga menggambarkan dirinya sebagai “pembela hak asasi manusia” ketika ditanya tentang keterlibatannya dalam eksekusi massal tahun 1988 terhadap sekitar 5.000 orang. Ini menandai pertama kalinya dia tampil di televisi langsung atas momen kelam dalam sejarah Iran di akhir perang Iran-Irak.
“AS berkewajiban untuk mencabut semua sanksi yang menindas terhadap Iran,” kata Raisi pada konferensi pers, hari Senin (21/6).
Raisi duduk di depan banyak mikrofon, sebagian besar dari Iran dan negara-negara yang terdapat milisi yang didukung oleh Teheran. Dia tampak gugup di awal komentar, tetapi perlahan-lahan lebih tenang selama satu jam konferensi pers.
Ditanya tentang program rudal balistik Iran dan dukungannya terhadap milisi regional, Raisi menggambarkan masalah itu sebagai “tidak dapat dinegosiasikan.”
Armada pesawat perang Teheran sebagian besar berasal dari sebelum Revolusi Islam 1979, memaksa Iran untuk berinvestasi dalam rudal untuk melindungi terhadap tetangga Arab regionalnya, yang telah membeli miliaran dolar perangkat keras militer dari Amerika Serikat selama bertahun-tahun.
Iran juga bergantung pada milisi seperti Houthi di Yaman dan Hizbullah di Lebanon untuk mengimbangi musuh seperti Arab Saudi dan Israel.
Terkait bertemu Joe Biden, Raisi hanya menjawab: “Tidak.” Pesaing moderatnya dalam pemilihan, Abdolnasser Hemmati, telah menyarankan selama kampanye bahwa dia berpotensi bersedia bertemu Biden. Dan Gedung Putih belum menanggapi pernyataan Raisi pada hari Senin.
Raisi, anak didik Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah diberi sanksi oleh AS sebagian atas keterlibatannya dalam eksekusi massal. Kemenangannya dalam pemilu hari Jumat (18/6) lalu terjadi di tengah jumlah pemilih terendah dalam sejarah Republik Islam itu. Jutaan orang Iran tinggal di rumah menolak pemungutan suara yang mereka anggap menguntungkan Raisi.
Dari mereka yang memberikan suara, 3,7 juta orang baik secara tidak sengaja atau sengaja membatalkan surat suara mereka, jauh melebihi jumlah yang terlihat pada pemilihan sebelumnya. Ini menunjukkan suara yang menginginkan satupun dari empat kandidat. Dalam hasil resmi, Raisi memenangkan 17,9 juta suara secara keseluruhan, hampir 62% dari total 28,9 juta suara.
Terpilihnya Raisi menempatkan kelompok garis keras memegang kendali penuh di seluruh pemerintahan saat negosiasi kesepakatan yang dimaksudkan untuk membatasi program nuklir Iran. Saat ini Teheran memperkaya uranium hingga 60% tingkat tertinggi yang pernah ada, meskipun masih jauh dari tingkat untuk senjata.
Kemenangan Raisi menimbulkan kekhawatiran bahwa hal itu dapat memperumit kemungkinan kembalinya perjanjian nuklir. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...