Presiden Vanuatu Meninggal Dunia, Papua Turut Berduka
PORT VILA, SATUHARAPAN.COM - Negara Vanuatu dinyatakan dalam keadaan berkabung hari Sabtu (16/06) setelah presiden negara itu yang sangat dihormati, Baldin Lonsdale, meninggal tiba-tiba. Usianya 67 tahun.
Dia sempat dilarikan ke RS Vila Central pada Jumat malam setelah diduga terkena serangan jantung, namun meninggal sesaat setelah tengah malam.
"Vanuatu telah kehilangan salah satu pemimpin terbesarnya," kata Sela Molisa, seorang mantan anggota parlemen yang menggambarkan almarhum sebagai orang yang rendah hati dan lembut.
"Vanuatu beruntung bisa memilikinya," kata dia, dikutip dari radionz.co.nz
Di kalangan aktivis Papua, ia juga dikenal sebagai pemimpin yang menaruh perhatian pada penderitaan rakyat Papua. Ia dipandang sebagai tokoh pendukung penentuan nasib sendiri Papua yang konsisten.
"Termasuk memfasilitasi rekonsiliasi pejuang Papua dalam membentuk United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)," kata Dominikus Surabut, Sekretaris Dewan Adat La Pago, Puncak Jaya, Papua, kepada satuharapan.com.
Beberapa kali Londsdale menyerukan agar negara-negara Pasifik bergandeng tangan mendukung perjuangan rakyat Papua. Ia menekankan spirit Melanesia dalam menyikapi pelanggaran HAM di Papua.
"Kami merasa kehilangan seorang tokoh nasional Vanuatu, yang berdiri teguh mendukung Kanaki dan Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa dan negara," kata Surabut.
Bendera di seluruh negeri kecil itu dikibarkan setengah tiang, dan ratusan keluarga, teman dan anggota masyarakat berkumpul di luar rumah sakit untuk berjaga siang tadi.
Dewan Menteri bertemu untuk membahas rencana upacara duka,kemungkinan akan mencakup pemakaman kenegaraan. Jenazahnya akan disemayamkan di istana negara pada Sabtu malam.
Baldwin Jacobson Lonsdale lahir di Mota Lava, di kepulauan Banks utara, pada tahun 1950. Dia sempat bekerja sebagai pegawai negeri senior dan sekretaris jenderal pemerintah provinsi Torba sebelum menjadi seorang pendeta Anglikan.
Pada bulan September 2014, Pendeta Lonsdale terpilih menjadi presiden setelah delapan putaran pemilihan. Ia akhirnya meraih dua pertiga suara anggota parlemen dan dewan provinsi.
Ia telah berhasil melewati gejolak politik di negaranya. Pada bulan Maret 2015, negara ini hancur oleh Topan Pam, sebuah badai kategori lima yang menyapu negara kepulauan itu, membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan sebagian besar tanaman dan infrastruktur negara tersebut hancur.
Pada saat itu, Lonsdale sedang berada di Jepang dalam sebuah konferensi mengenai pengurangan risiko bencana, di mana dia melakukan seruan untuk mendapatkan bantuan internasional. "Sebagai bangsa, sebagai kepala bangsaku, hatiku diperuntukkan bagi rakyat," katanya dalam sebuah pidato yang disiarkan di seluruh dunia. "Setiap orang memiliki perasaan yang sama, karena kita tidak tahu apa yang terjadi pada keluarga kita.
"Ada gangguan komunikasi sehingga kami tidak bisa menjangkau keluarga kami dan kami tidak tahu apakah keluarga kami aman atau tidak," katanya.
Lonsdale menggambarkan topan itu sebagai monster yang telah melenyapkan hasil pembangunan negara tersebut, dan menyalahkan perubahan iklim karena berkontribusi terhadap bencana tersebut.
Enam bulan kemudian, dalam keadaan masih membangun kembali dari renruntuhan topan, krisis lain terjadi di Port Vila.
Pada bulan Oktober 2015, 15 anggota parlemen - setengah dari pemerintahan Perdana Menteri Sato Kilman - dihukum karena korupsi, membuat mereka tidak memenuhi syarat untuk jabatannya.
Tapi sementara Lonsdale berada di luar negeri, salah satu anggota parlemen yang terpidana yang juga Ketua Parlemen, Marcellino Pipite, memberi pengampunan pada dirinya sendiri dan 13 rekannya dalam kapasitasnya sebagai pelaksana tugas presiden.
Lonsdale marah dan ketika kembali ke Vanuatu ia membatalkan pengampunan tersebut, sebelum berbicara kepada bangsanya untuk mengungkapkan "rasa malu dan duka cita" atas tindakan Pipite.
"Saya akan membersihkan kotoran ini dari halaman belakang rumah saya," kata dia berpidato di televisi. "Kita sebagai bangsa harus menghentikan jalan-jalan yang bengkok ini."
Setelah banding yang gagal terhadap pengampunan tersebut, Lonsdale membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum pada Januari 2016. Pemerintahan Kilman digulingkan dan sebuah pemerintahan baru terbentuk yang menjanjikan reformasi yang meluas.
Pada pembukaan parlemen yang baru, Lonsdale mengatakan "korupsi yang telah kita lihat adalah penyalahgunaan kepercayaan publik terhadap keuntungan pribadi," dan menggambarkan legislatif baru tersebut sebagai "bagan baru untuk takdir Vanuatu."
"Dia tegas dan tidak akan terpengaruh," kata Molisa, yang mengatakan bahwa komitmen Lonsdale yang teguh pada peraturan perundang-undangan mengabadikannya sebagai salah satu pemimpin terbesar negara tersebut. "Sejarah akan mengingatnya untuk ini."
"Saya yakin pemerintah dan lainnya - terutama di tingkat politik - akan menyadari bahwa Vanuatu telah kehilangan pemimpin yang sangat menonjol," katanya.
Perdana Menteri, Charlot Salwai, dijadwalkan akan berbicara pada Sabtu malam untuk mengumumkan rencana negara tersebut untuk suatu masa berkabung. Namun, pejabat pemerintah mengatakan kemungkinan pidatonya juga akan mencakuo upacara pemakaman kenegaraan sebelum penguburan jenazah presiden di Mota Lava.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...