Profesi atau Pengemis?
Di manakah kita berdiri?
SATUHARAPAN.COM – Bagaimana kita menempatkan pemahaman mengenai pengamen sebagai profesi dan pengamen sebagai pengemis? Dalam bahasa Inggris, permainan pengamen diterjemahkan sebagai street music yang bisa kita terjemahkan balik lagi menjadi ”musik jalanan”.
Ada dua ekstrem di sini. Di ekstrem yang satu, ada pengamen di jalanan yang memang dinikmati orang karena sungguh-sungguh ahli menyanyi, bermusik atau menari; dan sekalipun disebut sebagai street musician, orang mengaguminya. Mereka berprofesi. Di negara barat, khususnya di banyak tempat pariwisata, cukup sering ditemui pengamen yang amat piawai dan menarik. Mereka berdiri di tempat lalu lalang orang, mempertontonkan keahliannya dan jika orang senang serta menghargai seni yang dipertontonkan, maka wadah alat musik terbuka yang sudah mereka sediakan, pasti akan diisi orang dengan uang kecil atau besar tergantung seberapa apresiasi penonton.
Di Jalan Malioboro di Yogyakarta sering juga dijumpai sekelompok pengamen dengan peralatan musik unik serta permainan yang indah; penonton kadang sampai membentuk lingkaran mendengarkannya dan melihat keterampilan mereka bermain. Pengamen-pengamen ini memiliki keahlian yang layak ”dijual” dan penikmatnya memberikan penghargaan sesuai dengan kenikmatan yang mereka terima. Ada sekelompok pengamen yang sampai diorbitkan menjadi pemain musik profesional oleh sponsor yang melihat potensi para pemain. Mereka menunjukkan passion dalam pekerjaannya.
Di ekstrem yang lain, pengamen yang berada di angkutan umum atau yang datang bermain dan bernyanyi di depan pagar rumah, justru lebih sering terasa mengganggu karena biasanya suara maupun keterampilannya pas-pasan, lagunya setiap hari sama, singkatnya tak ada unsur seni yang disuguhkan. Uang justru cepat-cepat diberikan agar mereka segera pergi. Dengan diberikan uang, mereka sudah puas karena memang itulah yang mereka cari. Mereka harus menghidupi diri sendiri dan keluarga, dan mencari pekerjaan lain tidak mudah.
Dengan gampang dapat dibedakan kedua jenis pengamen tadi. Yang pertama adalah seniman yang berekspresi, yang kedua adalah orang yang tidak punya keahlian namun harus hidup. Yang pertama punya kebanggaan dalam mengekspresikan kemampuannya dan ingin orang lain menghargainya, salah satunya melalui uang; sementara yang kedua tidak peduli masalah mutu permainan, yang penting orang mau memberi uang. Sesungguhnya kelompok kedua, termasuk mereka yang datang door to door, tak ubahnya pengemis, yang membawa instrumen musik sebagai ganti teriakan minta uang. Sang pengamen juga sering kali tak begitu peduli untuk memainkan satu lagu sampai selesai, putus begitu saja di tengah lagu jika uang sudah diterima. Dalam kamusbahasa.web.id pengamen bahkan diterjemahkan sebagai singing beggar.
Di antara kedua ekstrem di atas, masih lebar sekali daerah abu-abu, di mana keahlian ada namun uang juga penting. Kadang mutu diutamakan, kadang terabaikan. Kadang karyanya dibuat untuk dinikmati orang, kadang sekadar ada bunyi-bunyian agar uang cepat diberikan.
Jika menoleh ke dalam diri sendiri, setiap orang bisa menemukan motivasinya dalam bekerja. Kadang kebutuhan hidup memaksa orang untuk condong ke arah mengemis ketimbang berprofesi. Namun, sering juga bekerja dapat benar-benar menjadi passion; dan inilah yang terbaik: bekerja berdasarkan keahlian, memberikan nilai bagi penggunanya, dan karena karyanya berharga maka imbalan pun sepadan dengan nilai karya yang dideliver kepada pengguna.
Di mana kita berada? Condong pada ekstrem pertama atau condong pada ekstrem kedua? Seorang guru saya dahulu selalu mengatakan: jika engkau berprestasi, tak usah pikirkan uang yang akan kau terima karena uang akan datang dengan sendirinya. Pikirkanlah karya terbaik apa yang bisa kau suguhkan, janganlah puas dengan bekerja ala kadarnya. Jangan sekadar bekerja untuk mendapatkan transfer gaji pada akhir bulan. Terlebih lagi jangan seolah-olah bekerja, padahal hanya ”numpang hidup” pada perusahaan. Pekerjaan yang mendatangkan kepuasan hanya akan dinikmati oleh mereka yang termotivasi untuk menghasilkan karya terbaik, bermental profesional dan tidak bermental pengemis.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...