Pernahkah Kita Mendengarkan Tuhan?
Terlalu banyak berbicara dalam doa hanya akan membuat Tuhan menjadi sangat pasif.
SATUHARAPAN.COM – Apa yang kita rasakan ketika berbicara dengan orang lain yang tidak mendengarkan kita? Tentu saja akan sangat menyebalkan. Seorang guru akan marah saat mendapati murid-muridnya tidak mendengarnya. Begitu pun sebaliknya murid merasa tak dianggap ketika gurunya tak pernah mendengarkan pendapatnya. Komunikasi tak akan pernah terajut ketika orangtua berbicara dan anak tidak mendengar, atau sebaliknya anak berbicara dan orangtua tidak mendengar.
Sayangnya, kita hidup di abad di mana orang lebih suka membuka mulut dan berbicara ketimbang mendengarkan. Keterampilan untuk mendengarkan orang lain (listening skill) hampir tidak pernah muncul dalam dalam agenda pendidikan baik formal maupun informal. Yang lebih diprioritaskan adalah keterampilan berbicara (speaking skill). Ada banyak kompetisi dan penghargaan untuk keterampilan berbicara, namun bukan keterampilan mendengarkan. Pertanyaannya: bukankah kita diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut supaya kita lebih banyak mendengar?
Kebiasaan untuk tidak mendengarkan sesama kadang juga terbawa dalam model interaksi kehidupan rohani kita, tentang bagaimana berkomunikasi dengan Tuhan dalam doa-doa kita. Dalam doa kita banyak kali meminta sesuatu dari Tuhan. Kita berbicara dan terus berbicara, tanpa memberikan sedikit waktu bagi Tuhan untuk berbicara kepada kita. Kita lupa bahwa Tuhan juga mempunyai hal yang lebih penting yang ingin Ia sampaikan kepada kita.
Dalam kitab Perjanjian Lama, para nabi secara terus-menerus mengingatkan umat Israel untuk mendengarkan Tuhan. Demikian juga dalam peristiwa transfigurasi di gunung Tabor, ada suara di balik awan, ”Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” (Luk. 9:35). Kehendak Tuhan terhadap umat-Nya terwujud dalam bentuk Sabda-Nya (Yak. 1:17-25). Dan karena itulah kita perlu mendengarkan Tuhan lebih banyak, agar kita tahu apa rencana-Nya dalam hidup kita.
Mendengarkan adalah hal yang paling mendasar dalam berdoa, sekaligus menjadi instrumen yang ampuh untuk sampai pada relasi yang mendalam dengan Tuhan. Doa-doa yang kita panjatkan tentu akan berkenan di hadapan Tuhan jika disertai keterbukaan hati kita untuk mendengarkan dan memahami kehendak-Nya dalam hidup kita. Di sini, mendengarkan Tuhan mempunyai arti yang lebih kompleks. Bukan hanya sekadar mendengar atau hanya untuk meluangkan waktu dalam diam, tetapi mesti sampai pada tahap di mana kita memahami dan kemudian menjalankan kehendak Tuhan dalam keseharian hidup kita.
Marilah kita belajar untuk mendengarkan Tuhan lebih banyak. Terlalu banyak berbicara dalam doa hanya akan membuat Tuhan menjadi sangat pasif. Padahal, berdoa dalam pengertian yang paling mendasar adalah komunikasi timbal balik dengan Tuhan. Ingat, doa yang sesungguhnya, pertama sekali adalah mendengarkan apa yang Tuhan mau kita lakukan dalam hdup kita, bukan apa yang kita mau Tuhan lakukan dalam hidup kita.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...