Menggentarkan Sekaligus Memesona
Mendengarkan Yesus merupakan keniscayaan.
SATUHARAPAN.COM – ”Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa” (Luk 9:28).
Marilah kita memperhatikan kembali tujuan utama Yesus mengajak Petrus, Yohanes, dan Yakobus! Yesus tidak mengajak mereka untuk hiking atau piknik, tetapi berdoa. Mereka diajak berdoa. berdoa berarti bertemu dengan Allah. Doa berarti berkomunikasi dengan Pribadi Ilahi.
Allah, menurut Rudolf Otto, adalah Mysterium tremendum et fascinosum ’Misteri yang menggentarkan sekaligus memesona’. Itu jugalah yang harus kita perhatikan ketika kita berhadapan dengan Allah. Kita harus sadar, sesadar-sadarnya, ada jurang yang dalam antara Allah dan manusia.
Ada beda kualitas—Dia suci, kita berdosa; Dia kudus, kita cemar; Dia mulia, kita sahaja. Allah adalah Pribadi yang menggentarkan. Pemazmur dengan tegas berkata: ”TUHAN itu Raja, maka bangsa-bangsa gemetar. Ia duduk di atas kerub-kerub, maka bumi goyang” (Mzm. 99:1).
Itu jugalah yang menimpa Harun dan umat Israel. Penulis Kitab Keluaran mencatat: ”Ketika Musa turun dari Gunung Sinai membawa Sepuluh Perintah itu, mukanya bercahaya sebab ia telah berbicara dengan TUHAN, tetapi Musa sendiri tidak tahu bahwa mukanya bersinar. Harun dan seluruh rakyat melihat bahwa Musa bercahaya mukanya, dan mereka takut mendekatinya” (Kel. 34:29-30). Ada rasa ketakutan yang mendalam dalam diri Harun dan umat Israel. Mereka agaknya sadar nggak kudus-kudus amat.
Tetapi, yang tidak boleh dilupakan, Allah juga Pribadi yang memesona. Kenyataan inilah yang membuat Bapa Gereja Augustinus berkata, ”Engkau telah menciptakan kami untuk diri-Mu sendiri. Jiwa-jiwa kami gelisah hingga bertemu dengan-Mu.” Manusia, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah itu, membutuhkan persekutuan dengan Allah. Allah, yang meski menggentarkan, toh membuat manusia kangen hadir di hadirat Allah.
Itu jugalah yang secara tersurat ada dalam diri Petrus: ”Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia” (Luk. 9:33). Petrus sungguh bahagia melihat bagaimana Sang Guru dalam kemuliaan-Nya bercakap-cakap dengan Musa dan Elia. Dia tidak ingin kejadian itu cepat berlalu. Dia ingin berlama-lama berada di gunung itu. Dia tidak ingin meninggalkan gunung itu. Mengapa? Karena dia sudah merasakan kemuliaan itu.
Akhirnya terdengarlah suara dari dalam awan: ”Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia” (Luk. 9:35). Mendengarkan Yesus merupakan syarat utama untuk hidup di hadirat Allah. Jika para murid ingin tetap merasakan kemuliaan Allah, mendengarkan Yesus merupakan keniscayaan.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...