Like Son, Like Father
Bagaimana mungkin anak bisa tumbuh dewasa kalau orangtuanya kekanak-kanakan?
SATUHARAPAN.COM – Sudah hampir ganti bulan lagi, namun ia tak kunjung pergi. Meski diusir berkali-kali, ia terus kembali. Ia bernama batuk, yang ”menginap” di tenggorokan Nolan – putra kami - selama tiga minggu terakhir ini.
Obat batuk sudah habis sebotol, namun batuknya masih juga nyantol. Sirup obat batuk herbal berhasil membuat batuknya reda, tetapi tetap masih ada. Tumben, biasanya kedua obat itu mujarab, mengapa kali ini mereka kehilangan khasiat?
Setelah kami amati, yang membuat si batuk sulit move on adalah Nolan kurang disiplin. Ia masih sesekali mengonsumsi kudapan yang diharamkan tatkala batuk. Nolan sukses menolak tawaran french fries dari tantenya, namun ia tak kuasa untuk tidak mencicipi es krim milik opanya, dan tergoda menerima hibah biskuit coklat dari teman sekolah minggunya. Akhirnya, karena batuknya tak pulih-pulih, kami membawa Nolan ke dokter, lalu diberi racikan antibiotik yang membuat Sang Batuk tak berkutik.
Yang satu mulai sembuh, yang lain kambuh. Saat batuk Nolan jarang terdengar, giliran tenggorokan saya yang berkoar, batuk disertai dahak. Dua tiga hari pertama, saya sangka ini batuk biasa yang akan hilang dengan sendirinya; namun saya salah. Hari keempat, saya pun menenggak obat sirup eks Nolan. Sayangnya, baru minum sekali saja, isi botolnya sudah tiada. Batuk pun timbul tenggelam, kadang muncul kadang hilang. Penasaran, akhirnya saya membeli sebotol obat herbal merek lain, hope it works! Namun, batuk belum juga menyingkhir.
Saya teringat perjuangan Nolan, bagaimana ia jatuh bangun untuk berkata ”Say No!” pada pantangan-pantangan yang ditawarkan kepadanya. Ternyata, saya tidak setangguh dirinya. Saya, yang menyuruh Nolan puasa terhadap coklat dan es krim, ternyata bukanlah guru yang baik. Saat ada teman kantor yang menawarkanku coklat, saya menerimanya dengan senang hati. Segala bentuk gorengan saya lahap. Dan ketika terik matahari melanda, orange float with vanilla ice cream saya jadikan pelepas dahaga. Pantesan batuk ini betah! In this case, pepatah ”like father like son” berubah jadi ”like son like father”.
Jelaslah, orangtua harus menjadi panutan bagi anak, bukan sebaliknya. Kita yang lebih berumur, lebih dahulu menginjak dunia, lebih berpengalaman, lebih tahu baik dan buruk; haruslah memberikan contoh hidup yang benar bagi mereka. Kalau kita melarang mereka main tablet sembari sarapan, kita juga nggak boleh chattingan waktu lunch di kantor. Kalau kita menyuruh mereka tidur pukul sembilan supaya besok tidak kesiangan, kita juga jangan begadang demi menyelesaikan serial film Korea. Kids are watching us! Yes, they’re watching us, always!! Dan ingat, walaupun kita melakukan semua itu tanpa dilihat anak-anak kita, our Lord, our Dad in heaven are watching us, always!
Yuk parents, mari menjadi orangtua yang seharusnya bagi anak-anak kita! Bagaimana mungkin anak bisa tumbuh dewasa kalau orangtuanya kekanak-kanakan?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...