Profil Plt Komisioner KPK, Ada Mantan Pengacara Soeharto
SATUHARAPAN.COM – Presiden Jokowi, Rabu (18/2), menunjuk tiga pelaksana tugas Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, mantan Ketua KPK, juru bicara KPK, dan akademikus yang mantan pengacara presiden RI 1966-1998. Berikut profil mereka.
Irjen Pol (Purn) Drs Taufiequrachman Ruki SH adalah lulusan terbaik Akademi Kepolisian pada 1971. Ia terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia pada tanggal 16 Desember 2003 hingga digantikan oleh Antasari Azhar pada tahun 2007.
Pada 2009-2013, Taufiequrachman Ruki menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia di BPK memimpin Auditorat Utama Keuangan Negara II (AKN II). AKN II mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada bidang perekonomian dan perencanaan pembangunan nasional
Deputi Pencegahan KPK Johan Budi Sapto Wibowo, lulusan magister hukum, bergabung dengan KPK sejak lembaga ini berdiri, akhir 2002. Ia mengawali karier di KPK sebagai Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. Dia menjadi juru bicara KPK sejak 2007 dan diangkat sebagai Kepala Biro Humas KPK pada 2009. Mantan wartawan ini pada Oktober 2014 diangkat menjadi Deputi Pencegahan.
Pada Juli 2011, Johan sempat menyatakan mundur dari jabatannya sebagai juru bicara KPK saat kasus wisma atlet disidik. Ia dituding mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ikut dalam pertemuan di Hotel Formula One Cikini bersama Direktur Penyidikan Ade Raharja.
Namun, alasan pengunduran diri Johan adalah agar bisa lebih fokus menjalani proses seleksi calon pemimpin KPK yang tengah diikutinya. Selain itu, kata Johan, pengunduran dirinya akan memberi keleluasaan jika Deputi Pengawasan Internal KPK memeriksanya. Namun, pimpinan KPK periode Abraham Samad meminta Johan untuk tetap bertahan.
Prof Indriyanto Seno Adji disebut-sebut ikut membidani pendirian KPK. Namun, Guru Besar Hukum dari Universitas Krisnadwipayana ini berkali-kali membela terdakwa korupsi. Misalnya, ia menjadi pengacara Abdullah Puteh—mantan Gubernur Aceh. Ia juga disebut mantan Kepala Badan reserse dan Kriminal Susno Duadji sebagai pengacara pemegang saham Bank Century, Rafat dan Hesyam.
Sewaktu mantan Presiden Soeharto menggugat majalah Time edisi 24 Mei 1999 berjudul Suharto Inc, putra Ketua Mahkamah Agung 1974-1982 Oemar Seno Adji adalah salah satu pengacaranya. Pada edisi itu Time menggolongkan Soeharto sebagai diktator korup di Asia. Selama 32 tahun Soeharto berkuasa, kekayaan keluarga yang berdiam di Jl Cendana, Jakarta Pusat, ditaksir sekitar US$ 15 miliar (Rp 193 triliun). Kekayaan itu terbagi atas nama Soeharto dan keenam anaknya.
Atas pemberitaan itu, pihak Cendana tidak senang. Mereka kemudian mengajukan gugatan. Soeharto menggugat Time. Selain Indriyanto, ada OC Kaligis, Denny Kailimang, M Assegaf, dan Juan Felix Tampubolon, dan Wimboyono Seno Adji.
Penggugat meminta agar pengadilan menghukum para tergugat untuk memulihkan kehormatan dan nama baik Soeharto dengan menyatakan telah menyesal atas dan mencabut tulisan serta gambar tentang Penggugat yang dilakukan. Time juga harus meminta maaf melalui media cetak, yaitu surat kabar-surat kabar maupun majalah-majalah mingguan yang memiliki peredaran nasional dan internasional dan media elektronik.
Selain permintaan maaf, Time juga harus membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada Soeharto yaitu kerugian material sebesar Rp 280 juta ekuivalen US$ 40 ribu dengan kurs Rp 7 ribu per dolar. Selain itu, Time juga harus membayar kerugian immaterial sebesar Rp 189 triliun ekuivalen US$ 27 miliar dengan kurs Rp 7 ribu per dolar. Kerugian ini harus dibayar Time kepada Keluarga Cendana seketika putusan pengadilan dibacakan.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 6 Juni 2000 menolak gugatan dari Keluarga Cendana itu. Bahkan Cendana harus membayar biaya perkara sekitar Rp 5 juta. Putusan ini kemudian diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 16 Maret 2001.
Tak puas atas putusan pengadilan tingkat banding itu, pihak Cendana kemudian mengajukan kasasi pada 24 April 2001.
Pada 30 Agustus 2007, majelis kasasi yang dipimpin German Hoediarto dengan M Taufik dan Bahauddin Quadry sebagai anggota mengabulkan permohonan kasasi Cendana.
Dalam putusannya, Time harus meminta maaf kepada pihak Cendana atas pemuatan tulisan dan gambar tentang Soeharto dalam Time Magazine terbitan Edisi Asia tanggal 24 Mei 1999 Volume 153 No 20 tersebut melalui media cetak dalam tiga kali penerbitan secara berturut.
Selain itu, Time juga dihukum secara tanggung renteng membayar ganti rugi kerugian immaterial kepada Penggugat sebesar Rp 1 triliun.
Time sebagai tergugat pun tak puas atas putusan itu. Mereka kemudian mengajukan peninjauan kembali. Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis 16 April 2009, MA mengabulkan Peninjauan Kembali Time. Majelis menilai tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Time. “Berita yang dimuat oleh majalah Time masih dalam batas kode etik pers,” ujar anggota majelis, Hatta Ali. (dari berbagai sumber)
Uji Coba Rudal Jarak Jauh Korea Utara Tanda Peningkatan Pote...
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Korea Utara menguji coba rudal balistik antar benua (ICBM) untuk pertama kali...