Prosesi Mengenang Juru Selamat di NTT Telan 7 Nyawa
LARANTUKA, SATUHARAPAN.COM - Tujuh orang meninggal dunia dan belasan lainnya dinyatakan hilang, ketika perahu prosesi mengenang wafatnya Sang Juru Selamat di Selat Sempit Ujung Aro, Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT), terbalik dan tenggelam, pada Jumat (18/4).
Kepala Polisi Resor (Kapolres) Flores Timur, AKBP Dewa Putu Gede Artha, mengatakan, “Hingga pukul 16.15 WITA, tercatat tujuh korban meninggal dalam musibah tenggelamnya perahu nelayan saat prosesi laut Jumat Agung, sementara 21 orang lainnya dirawat intensif di RSUD Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur."
AKBP Artha menambahkan, hasil penyisiran anggota Polres setempat dibantu warga dan peziarah menemukan 29 orang dan pencarian masih terus dilanjutkan ke wilayah perairan sekitar TKP.
Musibah tersebut bermula kala perahu nelayan Bhakti NB 74 datang dari Lewolere untuk menjemput Patung Tuan Meninu (Arca Yesus) dari Pantai Rewindo menuju Kota Larantuka. Saat hendak ke Kotasau perahu oleng hingga akhirnya tenggelam.
"Saat itu arus dan gelombang laut cukup tinggi dan diperkirakan mencapai tiga meter saat prosesi menjemput Patung Tuan Meninu dari Pantai Rewindo menuju Kota Larantuka sedang berlangsung sehingga musibah pun sulit dihindari," ucap AKBP Artha.
Prosesi Semana Santa atau Jumat Agung di Larantuka memang berbeda dengan perayaan di tempat lain. Kota yang juga dikenal dengan sebutan Kota Reinha itu merupakan pusat pengembangan agama Katolik di wilayah timur Indonesia, khususnya NTT.
Sejak 500 tahun lalu, peringatan Jumat Agung digelar dengan mengarak Arca Yesus lewat laut berarus ganas dari Kota Rewindo menuju Pante Kuce di depan Istana Raja Larantuka.
Pada sore hari, patung Tuan Ma (Bunda Maria) diarak dari kapela menuju Gereja Katedral di jantung Kota Larantuka. Kedua patung yang dibawa oleh misionaris Portugis, Gaspardo Espírito Santo dan Agostinhode Madalena pada abad 16 itu, kemudian kembali diarak mengelilingi Kota Larantuka untuk melalui delapan perhentian (armida).
Urutan armida itu menggambarkan seluruh kehidupan Yesus Kristus, mulai dari ke Allah-Nya (Missericordia), kehidupan manusia-Nya dari masa bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St Philipus) hingga masa penderitaan.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, Tini Thadeus, mengatakan pencarian korban masih dilakukan hingga Jumat malam waktu setempat.
"Masih ada belasan jiwa yang hilang. Hingga saat ini kami belum menemukan," ucap Thadeus, seperti dilansir dari bbc.co.uk.
"TNI, tim SAR, unsur pemerintah daerah, BPBD, dan masyarakat non-Katolik, rekan-rekan Muslim masih mencari korban yang hilang. Pencarian belum dihentikan," Thadeus menambahkan.
Belum ada kepastian mengenai jumlah penumpang dalam perahu tersebut, karena tidak ada catatan tentang data penumpang. Namun yang pasti, dari 53 penumpang, 29 orang masih dirawat di rumah sakit sementara 17 orang lainnya sudah diperbolehkan pulang.
Di antara yang dirawat di rumah sakit terdapat juru mudi atau nakhoda perahu.
Menurut Thadeus, penyebab insiden prosesi laut yang biasanya berlangsung hingga larut malam dan melibatkan ribuan umat dari seluruh wilayah di NTT, termasuk wisatawan itu, bukan karena perahu kelebihan daya muat penumpang. (Antara/bbc.co.uk).
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...