Prostitusi Rp 80 Juta, Picu Korupsi di DPR?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Fakta mencengangkan keluar dari mulut mucikari berinisial RA yang pada Jumat (8/5) lalu diciduk aparat kepolisian bersama artis berinsial AA di sebuah hotel bintang lima di kawasan Jakarta Selatan. RA mengungkapkan salah satu kliennya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
"Iya anggota DPR, ya beberapa kalangan lainnya," kata tersangka RA di Mapolres Jakarta Selatan, Senin (11/5).
Namun, RA belum menyebutkan nama Anggota DPR RI yang pernah menjadi kliennya. Menurut dia, yang jelas kliennya adalah orang-orang berduit, karena tarif pekerja seks komersial (PSK) asuhannya berkisar Rp 80-200 juta untuk sekali kencan singkat (short time), dengan durasi waktu tiga jam.
Keterlibatan anggota Gedung Parlemen Senayan tersebut patut menjadi perhatian, karena Wakil Rakyat yang berjumlah 560 orang terikat dengan peraturan Kode Etik yang melarang melakukan perbuatan tercela.
Selain itu, bila ucapan RA terbukti benar, maka sumber dana yang digunakan Wakil Rakyat untuk menyewa jasa prostitusi itu patut jadi pertanyaan, apakah dari hasil bisnis di luar status sebagai anggota dewan atau hasil praktik korupsi. Pasalnya, pendapatan anggota DPR setiap bulan hanya berkisar Rp 58 juta.
Politisi PPP yang duduk di Komisi III DPR RI Aditya Mufti Ariffin mengatakan sumber dana anggota dewan untuk menggunakan jasa prostitusi Rp 80 juta kemungkinan berasal dari bisnis pribadi atau korupsi. Sebab, bila dilihat dari pendapatan dengan sumber gaji sebagai anggota dewan, hal tersebut tidak realistis bisa terpenuhi.
“Melihat harganya, gaji dan tunjangan anggota dewan saja tidak cukup, kemungkinan ini berasal dari usaha mereka di luar sebagai anggota dewan, dari korupsi bisa juga,” kata Aditya kepada satuharapan.com, di Jakarta, Selasa (12/5).
Tidak Sanggup
Sementara, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS TB Soenmandjaja tidak percaya ada Wakil Rakyat yang mampu mampu menggelontorkan jasa prostitusi senilai Rp 80-200 juta. “Saya tidak percaya ada anggota dewan pelanggan,” ujar dia.
Bila dana yang digunakan dari hasil korupsi, Soenmandjaja pun mengatakan bisa saja. Karena kini gratifikasi seks termasuk dalam definisi korupsi. “Di DPR tidak ada uang yang bisa dikorupsi, mungkin korupsi yang dimaksud itu seperti gratifikasi seks,” ujar dia.
Sedangkan anggota DPR RI dari Fraksi PKB Lukman Edy dengan tegas mengatakan anggota DPR RI tidak sanggup membayar PSK bernilai Rp 80 juta, dia lebih meyakini pelanggan praktik prostitusi tersebut adalah para konglomerat.
“Anggota DPR RI tidak sanggup bayar Rp 80 juta,” ujar dia.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...