Protes Irak Menuntut Diakhirinya Politik Sektarian
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Demonstran Irak menuntut diakhirinya politik pembagian kekuasaan secara sektarian, dan menuding para elite politik melayani kepentingan luar negeri. Aksi prots ini telah berlangsung sejak awal Oktober, dan banyak laporan menyebutkan makin banyak rakyat terlibat.
Sementara itu, pasukan keamanan dilaporkan membunuh seorang pengunjuk rasa dan melukai 91 lainnya di Baghdad pada hari Sabtu (2/11), menurut sumber-sumber keamanan dan medis, dikutip Reuters. Puluhan ribu warga Irak berkumpul dalam protes massa anti-pemerintah di ibukota, Baghdad, dan memblokir jalan-jalan menuju pelabuhan utama.
Para pengunjuk rasa berkumpul di lapangan Tahrir di ibukota selama beberapa pekan. Mereka menuntut agar pemerintahan mundur, dan elite politik diganti. Ini adalah gelombang demonstrasi massa terbesar sejak jatuhnya Saddam Hussein.
Protes sejak awal Oktober ini meningkat secara dramatis dalam beberapa hari terakhir di ibu kota. Bentrokan terjadi di Jembatan Republik yang melintasi sungai Tigris ke Zona Hijau, kawasan gedung-gedung pemerintah yang sangat dijaga. Di sisi, para pemrotes mengatakan para pemimpin yang tidak tersentuh bersembunyi di benteng hak istimewa mereka yang tertutup.
Pasukan keamanan pada hari Sabtu mendirikan tembok beton di salah satu jalan utama Baghdad yang mengarah ke Lapangan Tahrir untuk menghalangi warga bergabung secara spontan pada protes. Kerumunan yang dikelilingi tentara mengendarai buldoser dan memaksa mereka untuk menurunkan bangunan.
Protes rakyat didorong oleh ketidakpuasan atas kesulitan ekonomi dan korupsi, telah merusak hampir dua tahun stabilitas yang relatif di Irak.
Meskipun Irak memiliki kekayaan minyak, banyak yang hidup dalam kemiskinan dengan akses terbatas ke air bersih, listrik, perawatan kesehatan atau pendidikan. Pemerintah Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi, yang menjabat selama satu tahun ini gagal merespons massa protes.
Ribuan pengunjuk rasa memblokir semua jalan menuju pelabuhan utama di Teluk Irak, Umm Qasr, di dekat kota Basra yang kaya minyak, setelah pasukan keamanan menggunakan peluru langsung dan gas air mata semalam.
Operasi di pelabuhan, yang menerima sebagian besar impor biji-bijian, minyak nabati dan gula untuk Irak, telah terhenti sejak Rabu.
Respons Berlebihan
Pada hari Jumat (1/11), serikat guru dan pengacara mengatakan mereka akan memperpanjang pemogokan yang mereka nyatakan pekan lalu. Sekolah-sekolah akan dibuka kembali pada hari Minggu setelah satu pekan kelas diliburkan.
Banyak yang melihat elite politik Irak yang tunduk pada sekutu utama Baghdad, yaitu Amerika Serikat dan Iran. Mereka menggunakan Irak sebagai alat dalam perjuangan pengaruh regional.
"Kami tidak ingin ada orang lain yang ikut campur dalam urusan kami. Ini negara kami, tuntutan kami jelas,” kata pengunjuk rasa Ahmed Abu Mariam.
Akar penyebab keluhan rakyat adalah sistem pembagian kekuasaan sektarian dari pemerintahan yang dibentuk di Irak setelah 2003.
“Kami ingin mengakhiri pembagian kekuasaan sektarian, pekerjaan tidak boleh dibagi berdasarkan apakah Anda Sunni atau Syiah. Kami ingin semua partai ini pergi dan diganti dengan sistem presidensial,” kata mahasiswa hukum 22 tahun, Abdulrahman Saad yang telah berkemah di Lapangan Tahrir selama sembilan hari.
Badan pengawas hak asasi resmi Irak, Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Irak, mengatakan pihak berwenang melanggar hak asasi manusia dan menggunakan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa. Mereka menembakkan peluru karet dan tabung gas air mata, yang telah menewaskan banyak orang setelah memukul mereka langsung di kepala dan dada.
Editor : Sabar Subekti
Victor Wembanyama Buat Rekor Langka di NBA
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Victor Wembanyama kembali mencuri perhatian dunia basket dengan mencatatk...