Protes Meluas di Iran, Buntut Kematian Perempuan di Tangan Polisi Moral
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Protes terus menyebar di Iran, bahkan mencapai ibu kota provinsi Kurdistan Iran pada hari Sabtu (17/9). Protes dipicu oleh kematian seorang perempuan muda yang meninggal karena dipukul oleh polisi moralitas Teheran, karena tidak mengenakan jilbab dengan benar.
Para pengunjuk rasa di Sanandaj, ibu kota provinsi Kurdistan Iran, meneriakkan slogan-slogan, seperti “matilah diktator” dan “matilah Khamenei,” terhadap Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei dan meruntuhkan spanduk komandan yang terbunuh, Qassem Soleimani, menurut video yang dibagikan di media sosial media menunjukkan.
Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi Iran berusia 22 tahun yang mengalami koma tak lama setelah ditangkap oleh polisi moral Iran pada 13 September karena “hijab yang tidak benar”, yaitu, tidak menutupi rambutnya sepenuhnya, meninggal pada hari Jumat (16/6), memicu protes di media sosial dan di jalanan.
Polisi Teheran mengatakan Amini "tiba-tiba mengalami masalah jantung" saat ditahan, menyangkal tuduhan bahwa dia dipukuli oleh petugas. Keluarga Amini mengatakan dia tidak menderita jantung atau kondisi kesehatan lainnya sebelum dia ditangkap.
Video lain dari Sanandaj yang beredar di Twitter menunjukkan pengunjuk rasa merobek spanduk Qassem Soleimani, mantan kepala Pasukan Quds, cabang luar negeri Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran. Dia tewas dalam serangan udara AS di Irak pada 3 Januari 2020, yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump saat itu.
Soleimani dipandang sebagai tangan kanan Khamenei. Sejak kematian Soleimani, pengunjuk rasa Iran telah menargetkannya, termasuk dengan meneriakkan slogan-slogan menentangnya dan meruntuhkan spanduknya, untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap rezim.
“Saqqez tidak sendirian,” teriak pengunjuk rasa di Sanandaj dalam video lain, mengacu pada protes sebelumnya pada hari Jumat di kota Saqqez, kota kelahiran Amini, juga di provinsi Kurdistan.
Protes sebelumnya pada hari Jumat pecah di Saqqez di mana pemakaman Amini berlangsung, dengan demonstran meneriakkan slogan-slogan anti rezim.
Beberapa perempuan melepas jilbab mereka selama protes di Saqqez untuk memprotes hukum jilbab wajib di Iran, sebuah video yang dibagikan di Twitter menunjukkan.
Video lain dari Saqqez menunjukkan seorang pria yang hampir tidak sadarkan diri mengeluarkan darah dari kepalanya dan dibawa ke rumah sakit. Satu orang dalam video terdengar mengatakan dia "tertembak di kepala," sementara orang lain terdengar mengatakan cedera itu disebabkan oleh tembakan senapan angtin.
Jilbab, yang diwajibkan bagi perempuan di Iran tak lama setelah revolusi 1979 di negara itu, dianggap sebagai garis merah bagi para penguasa teokratis Iran. Perempuan yang melanggar aturan berpakaian yang ketat berisiko dilecehkan dan ditangkap oleh polisi moral Iran.
Berdasarkan aturan berpakaian, perempuan diwajibkan untuk menutupi rambut mereka sepenuhnya di depan umum dan mengenakan pakaian yang panjang dan longgar. (Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...