Protes Sosialisasi Amdal Pulau G Dinilai Politis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Protes terhadap sosialisasi Amdal Pulau G oleh beberapa orang di Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (31/1) malam, dinilai politis karena izin reklamasi PT Muara Wisesa Samudra (MWS) diterbitkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Sarat muatan politik (politis) karena izinnya diterbitkan oleh Ahok yang kini maju kembali dalam pemilihan kepala daerah," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/2), terkait isu reklamasi Pulau G yang menjadi komoditas politik menjelang pemilihan gubernur Jakarta.
Menurut dia, sangat wajar jika permasalahan reklamasi Pulau G menjadi komoditas politik dan digunakan untuk mematikan lawan politik satu sama lain.
Dalam politik, menurut Pangi, mencari kelemahan seseorang merupakan hal yang lumrah. Namun, isu reklamasi tersebut belum tentu efektif menggerus elektabilitas Ahok.
"Jika memang efektif, seharusnya elektabilitas Ahok terus menurun. Selain itu, permasalahan ini tidak dirasakan langsung oleh semua warga Jakarta," kata Pangi.
Data menyebutkan, sosialisasi Amdal sejatinya tak cuma dilakukan oleh MWS karena pada akhir Desember 2016 juga sosialisasi Amdal reklamasi pulau lain di Teluk Jakarta oleh pengembang lain yang sama-sama menjalankan aturan dari pemerintah.
Elemen yang hadir dalam sosialisasi tersebut juga sama yakni tokoh masyarakat, nelayan, dan perwakilan pemerintah. Bedanya, izin reklamasi dalam sosialisasi tersebut diterbitkan pada era Gubernur Jakarta Fauzi Bowo.
Acara sosialisasi Amdal Pulau G sempat mendapatkan protes beberapa mahasiswa dan perwakilan nelayan yang tidak bisa memasuki ruangan. Namun, mereka akhirnya mau menerima setelah petugas Polsek Penjaringan mempersilakan mereka mengikuti acara.
Tubagus Mukri, salah satu nelayan di RW 20 mengatakan, reklamasi Pulau G sebenarnya sudah tidak menjadi persoalan bagi mayoritas warga Muara Angke. Pembangunan Pulau G sesungguhnya malah menjadi harapan baru bagi banyak warga untuk mengubah nasib.
Selama ini, kehidupan nelayan selalu tidak pasti. Keberadaan Pulau G diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat. "Biarlah kami yang tua saja jadi nelayan. Semoga anak-anak kami bisa hidup lebih baik dengan pekerjaan yang lebih pasti setelah adanya pengembangan Pulau G ini," kata Mukri yang juga salah satu tokoh agama di Muara Angke.
Selain tak dipolitisasi, sejumlah tokoh nelayan juga mengajak agar warga tidak terpengaruh oleh informasi yang simpang siur dari pihak luar.
Haji Khafidin, salah satu tokoh nelayan yang hadir menyatakan sejak proyek reklamasi berjalan, banyak isu simpang siur, termasuk salah satunya mengenai penggusuran.
Ia pun meminta pemerintah dan pengembang berkomitmen untuk membantu menyejahterakan nelayan sekaligus tidak melakukan penggusuran. "Ini yang harus diperjuangkan MWS sebagai pengembang Pulau G," tegas Khafidin.
Diganggu LSM
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jakarta Utara, Syarifuddin Baso, sebelumnya tegas menyebut lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk tidak terlibat dalam persoalan di Muara Angke.
Ia menilai, keberadaan LSM saat ini justru memecah belah dan mengganggu warga.
Wakil Direktur Utama PT Agung Podomoro Land (APL), induk usaha PT MWS, Noer Indradjaja mengatakan pembangunan Pulau G tidak akan menggusur masyarakat Muara Angke. Justru dengan proyek reklamasi ini APL bisa membantu warga Angke untuk meningkatkan taraf hidupnya.
"Kami pastikan bahwa masyarakat Angke akan menjadi prioritas bagi tenaga kerja di proyek Pulau G. Pembangunan Pulau G bukan untuk menyengsarakan, apalagi proyek ini adalah milik Pemprov DKI Jakarta yang diawasi langsung oleh banyak pihak," kata Noer Indradjaja. (Ant)
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...