Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 18:18 WIB | Jumat, 19 Juli 2013

PSHK Beri Tiga Catatan Khusus tentang Proses Legislasi DPR

(Foto Kompasiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pada Masa Sidang IV Tahun Sidang 2012-2013, DPR bersama Pemerintah berhasil mensahkan tujuh RUU. Jumlah capaian tersebut naik dari masa sidang sebelumnya yang mensahkan enam RUU. Tujuh RUU yang disahkan terdiri dari dua RUU kumulatif terbuka dan lima RUU non-kumulatif. Demikian siaran pers Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) di Jakarta pada hari Kamis (18/7).
 
PSHK menemukan tiga hal yang memperlihatkan adanya praktek yang tidak terwadahi dan terpaksa keluar dari aturan Tata Tertib DPR terkait proses pembentukan UU selama Masa Sidang IV. Praktek tersebut berupa dilewatinya batasan waktu pembahasan RUU, mekanisme penambahan RUU pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas), dan pengambilan keputusan untuk pengesahan RUU dalam rapat paripurna.
 
Pertama, jangka waktu pembahasan RUU. Pasal 141 ayat (1) Tata Tertib mengatur batasan waktu pembahasan suatu RUU yaitu selama 2 (dua) kali masa sidang dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) kali masa sidang. Namun, pembatasan waktu dimaksud tidak berjalan efektif. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada konsekuensi apabila pembahasan RUU melebihi ketentuan tersebut. Walhasil, sangat mudah untuk menemukan berbagai RUU yang dibahas lebih dari tiga kali masa sidang.

Contohnya tiga RUU yang disahkan pada Masa Sidang IV yaitu RUU Organisasi Kemasyarakatan (tujuh kali masa sidang), RUU Pendidikan Kedokteran (tujuh kali masa sidang), dan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (delapan kali masa sidang). Selain itu, masih ada beberapa RUU lain yang masa pembahasannya sudah melebihi tiga kali masa sidang, diantaranya RUU Aparatur Sipil Negara dan RUU Jaminan Produk Halal.
 
Kedua, penambahan RUU pada prolegnas. Rapat Paripurna 12 Juli 2013 lalu diwarnai dengan adanya penolakan terhadap penambahan lima RUU ke dalam Prolegnas Prioritas 2013. Alasan penolakan yang mengemuka adalah tidak adanya salinan draf yang dibagikan kepada anggota DPR.
 
Apabila merujuk kepada Pasal 7 ayat (1) Peraturan DPR No. 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU, bahwa ada tiga kegiatan yang harus dilakukan dalam mempersiapkan suatu RUU, salah satunya adalah penyebarluasan. Pada ayat (4) pasal yang sama mengatur bahwa kegiatan penyebarluasan dapat berupa seminar, diskusi, atau kunjungan kerja. Dengan adanya tahap penyebarluasan itu, seharusnya cukup menjadi ajang bagi suatu RUU diperkenalkan, baik kepada anggota DPR atau bahkan masyarakat luas.
 
Prolegnas seharusnya menjadi peta awal yang mampu memproyeksikan arah legislasi di masa depan, bukan sebatas daftar RUU yang diharapkan akan disahkan. Untuk itu, RUU yang sudah masuk Prolegnas seharusnya sudah dilengkapi oleh dokumen pendukung, terutama Naskah Akademik, yang dihasilkan pula melalui proses persiapan yang matang. Dengan begitu, dampak yang akan muncul adalah adanya seleksi yang sangat ketat terhadap RUU yang diusulkan ke dalam Prolegnas.
 
Ketiga, penundaan pengambilan keputusan terhadap pengesahan RUU di Rapat Paripurna. Dua RUU sempat ditunda pengesahannya pada Masa Sidang IV lalu. RUU yang dimaksud adalah RUU Organisasi Kemasyarakatan yang kemudian akhirnya disetujui pada 2 Juli 2013 dan RUU Administrasi Kependudukan. Khusus RUU Organisasi Kemasyarakatan, penundaan terjadi pada 25 Juni 2013 dan merupakan penundaan kedua kali setelah pertama kali ditunda 12 April 2013 dalam Masa Sidang III.
 
Sebelum pengesahan 2 Juli 2013 lalu, penundaan RUU Ormas pada Rapat Paripurna DPR pada 12 April 2013 dan 25 Juni 2013 merupakan sejarah tersendiri. Karena memang belum pernah ada preseden yang sejenis. Jika kita dalami, dua kali penundaan, pengesahan, terhadap RUU Ormas mengkonfirmasi suatu proses yang tidak berjalan seperti biasa yang diakibatkan muatan RUU yang masih bermasalah.
 
Paling tidak ada lima RUU yang berkaitan langsung dengan sektor masyarakat sipil dalam Prolegnas 2010-2014. Salah satu kontroversi RUU Ormas adalah tumpang tindih pengaturan Ormas dengan badan hukum Yayasan dan Perkumpulan yang sudah ada sendiri masing-masing peraturannya. Hal ini menjadi catatan tersendiri, khususnya mengenai perencanaan legislasi yang masih jauh dari komprehensif dan terukur.

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home