Puisi Kado HUT Kemerdekaan: Duka di Hari Merdeka
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, penulis dan seniman, Marina Novianti mendramakan puisi karyanya, "Duka di Hari Merdeka". Karya ini ditampilkan di Tugu Proklamasi pada Minggu (18/8) di hadapan simpatisan dan jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia.
Marina Novianti dengan pemukul dan bilah gong, mendramatisasikan puisinya, sebagai kado perenungan di ibadah perjuangan bagi tegaknya kebebasan beribadah dan berkeyakinan.
Berikut puisi "Duka di Hari Merdeka", karya Marina Novianti yang termuat dalam bukunya Aku Mati di Pantai:
Duka di Hari Merdeka
Wajah mereka sumringah
Perut mereka tertumpah ruah
Dengan lantang dan pongah
Mereka berseru, Kamilah pemerintah!
Dengar, Bapa...
Tangis rintih anak kecil dan kaum jelata
Kelaparan, kedinginan
Merindukan pengisi perut dan penutup badan
Kenapa, Bapa
Kau berikan aku mata
Bila yang kulihat membuatku murka?
Kenapa, Bapa
Kau berikan aku telinga
Bila yang kudengar memberiku nestapa?
Kenapa Kau biarkan aku hidup, Bapa
Dan menyaksikan permainan durjana
Mereka yang menamakan dirinya
Pemerintah dan bapak bangsa?
Bisakah aku jadi perempuan itu, Bapa
Yang datang bersimpuh di kaki-Mu
Membasuh nista dan salah bangsaku?
Dengan rambut dan air mataku?
Bisakah aku jadi martir itu, Bapa
Yang menanggung derita: diam, mati membeku
Pasrah menerima lemparan batu
Satu batu, satu luka, satu dosa negeriku?
Di hari merdeka ini
Kutangisi kemerdekaan bangsaku
Kuratapi pembangunan di negaraku
Merdeka, tapi menderita
Bebas, tapi terbelenggu
Kyrie, eleison... christo, eleison...
Ah, aku tahu sekarang
Tugas yang Kau bisikkan
Tenaga yang Kau embuskan
Roh yang Kau titipkan
Padaku dan anak-anak-Mu, Bapa
Menjadi mata dan telinga bagi-Mu
Bukan untuk menyiksa diri semata
Tapi agar peka merekam derita dan dilema
Yang terjadi di Indonesia
Menjadi hati dan tangan bagi-Mu
Tidak untuk memerangi si penguasa udara
Dengan tinju dan tendangan
Tapi dengan doa dan puasa
Tidak untuk menuding pemimpin negara
Yang menghisap habis darah dan tenaga bangsa
Tapi memberkati negeri ini
Agar susu dan madu mengalir
Dinikmati semua insan Indonesia
Bukan hanya yang kaya dan berjaya
Menjadi mulut bagi-Mu
Memberitakan Rencana Agung
Dan menyatakan kemuliaanMu
Dengan pujian dan penyembahan
Bukan dengan sumpah serapah dan kutukan
Rindu yang Kau berikan di hatiku, Bapa
Adalah rindu menantikan
Anak Domba duduk di tahta
Di tanah dan airku tercinta
Merdeka, Indonesia!
Bersiap dan berbenahlah
Raja kita akan datang!
Datanglah kerjaanMu, Bapa
Jadilah kehendakMu
Di Indonesia.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...