Pusat Studi Papua-UKI Refleksi 10 Tahun Kepemimpinan SBY
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pusat Studi Papua (PSP) Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar Seminar Refleksi Sepuluh Tahun Kepemimpinan SBY Bagi Tanah Papua pada Kamis (16/10) siang di Gedung Seminar, Fakultas Sastra, Universitas Kristen Indonesia, Cawang, Jakarta Timur. Amatus, ketua panitia mengungkapkan tujuan diselenggarakannya acara ini adalah untuk menjaga eksistensi masyarakat sebagaimana mestinya.
Seminar ini menggandeng Anti Sulaiman, kepala PSP-UKI dan Markus Haluk, jurnalis sekaligus aktivis HAM di Papua sebagai pemateri seminar. Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe dan tim trasisi Jokowi yang dijadwalkan akan menghadiri seminar berhalangan hadir.
Anti Sulaiman, kepala PSP-UKI yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut memberi refleksi di bidang pendidikan atas pemerintahan SBY yang telah berlangsung sepuluh tahun ini.
“Melihat Papua di bidang akademis dan bagaimana pemerintah membangun Papua melalui pendidikan, saya rasa SBY cukup bagus,” ujarnya.
Menengok Pemerintahan SBY dari Kacamata Pendidikan
Selama sepuluh tahun kepemerintahannya, Anti menilai di Papua mulai bermunculan sekolah-sekolah tinggi dan universitas, bahkan adanya otonomi khusus membuat dana pendidikan masuk ke daerah-daerah di Papua.
“Membangun Papua adalah membangun pikiran melalui pendidikan,” katanya.
Dalam waktu yang cukup singkat, papua telah melahirkan sarjana-sarjana baru. Ini merupakan bentuk keberpihakan SBY terhadap pendidikan jenjang tinggi di Papua.
“Ini merupakan salah satu prestasi pemerintahan SBY,” ujar Anti.
Namun sayangnya, masyarakat Papua yang kurang mendapat pendampingan saat di sekolah dasar banyak yang mengalami ketertinggalan ketika menduduki bangku-bangku pendidikan tingkat lanjut.
Menengok Pemerintahan SBY dari Kacamata Politik dan HAM
Markus Haluk, jurnalis sekaligus aktivis HAM di Papua yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini mengungkapkan bahwa SBY dalam 10 tahun kepemerintahannya telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Papua. Seperti yang dikemukanan dalam bukunya Mati atau Hidup, Markus menilai hingga kini di Papua masih terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM. Hal ini diperkuat dengan lemahnya penegakkan hukum bagi TNI dan Polri yang melakukan pelanggaran terhadap hak paling hakiki tersebut. Kontra terhadap pemerintahan SBY semakin tampak ketika pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus daerah Papua juga mengalami degradasi.
Namun, di tengah pertentangan terhadap kebijakan-kebijakan SBY tersebut, ada beberapa kebijakan yang sejalan dengan pemikiran masyarakat Papua, seperti kebijakan pemerintah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) pada 2010, pemberantasan korupsi dengan penangkapan para pejabat atau bupati di Papua, penambahan migrasi penduduk luar Papua ke Papua, pemekaran kabupaten atau kota dan distrik atau kampung, serta pengembangan infrastruktur sipil dan militer termasuk kepolisian di Papua.
Pada intinya, untuk pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kala periode 2014-2019 mendatang, pemerintah dapat mengangkat eksistensi Papua baik di mata nasional maupun di mata dunia serta dapat mengentaskan masalah-masalah klasik yang telah dilami oleh penduduk Tanah Timur ini.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...