Putin Akan Kunjungi Kyrgyztan, Negara Non Anggota ICC
Rusia marah karena parlemen Armenia menyetujui untuk menjadi anggota ICC. Pengadilan intermasional ini telah mengeluarkan perintah penangkapan Putin.
BISHKEK, SATUHARAPAN.COM-Presiden Rusia, Vladimir Putin, akan mengunjungi Kyrgyzstan pekan depan, kata pihak berwenang di negara Asia Tengah itu pada hari Rabu (4/10). Ini perjalanan pertama Putin ke luar negeri sejak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya.
Putin belum meninggalkan Rusia sejak pengadilan yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan surat perintah pada bulan Maret atas deportasi ilegal anak-anak Ukraina ke Rusia.
“Atas undangan Presiden Kyrgyzstan, Sadyr Japarov, pada tanggal 12 Oktober, Presiden Federasi Rusia akan melakukan kunjungan resmi ke negara kami,” lapor kantor berita Kyrgyzstan, Kabar, mengutip seorang pejabat dari kantor kepresidenan.
Putin dijadwalkan mengunjungi pangkalan udara Rusia di kota Kant, sebelah timur ibu kota Bishkek, untuk memperingati 20 tahun pembukaan pangkalan tersebut, media Rusia melaporkan.
Pemimpin lama ini jarang meninggalkan Rusia sejak melancarkan serangan militer skala penuh terhadap Ukraina pada Februari 2022.
Dia terakhir kali bepergian ke luar negeri pada Desember tahun lalu, ketika dia mengunjungi Kyrgyzstan dan negara tetangga Moskow, Belarusia.
Kyrgyzstan belum meratifikasi Statuta Roma, sebuah perjanjian yang mewajibkan anggotanya untuk mematuhi keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Sejak Maret, anggota ICC diperkirakan akan melakukan penangkapan jika pemimpin Rusia tersebut menginjakkan kaki di wilayah mereka.
Putin juga tidak menghadiri KTT BRICS yang diselenggarakan oleh Afrika Selatan, anggota ICC, pada bulan Juli.
Armenia Bergabung dengan ICC
Pada hari Selasa (3/10), anggota parlemen di Armenia menyetujui langkah penting untuk bergabung dengan ICC, dan ini membuat marah Moskow.
Kremlin pada hari Selasa mengkritik keputusan parlemen Armenia untuk bergabung dengan Pengadilan Kriminal Internasional, yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin.
“Kami ragu bahwa dari sudut pandang hubungan bilateral, masuknya Armenia ke dalam Statuta Roma adalah benar. Kami masih yakin ini adalah keputusan yang salah,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada wartawan.
Anggota parlemen Armenia pada Selasa pagi menyetujui langkah penting untuk bergabung dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang diperkirakan akan meningkatkan ketegangan dengan sekutu bersejarah negara bekas Uni Soviet, Moskow.
Rusia telah memperingatkan Armenia agar tidak melakukan pemungutan suara untuk meratifikasi perjanjian pendirian ICC, setelah pengadilan internasional pada bulan Maret mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin atas perang di Ukraina dan deportasi ilegal anak-anak ke Rusia.
Pemungutan suara tersebut menggambarkan kesenjangan yang semakin besar antara Moskow dan Yerevan, yang semakin marah kepada Kremlin karena dianggap tidak mengambil tindakan atas konfrontasi lama Armenia dengan Azerbaijan.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, telah menyarankan agar negaranya mencari aliansi di tempat lain.
Namun Kremlin pada Selasa menegaskan kembali bahwa Armenia tidak memiliki alternatif selain aliansi keamanan pimpinan Moskow yang dikenal sebagai Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO).
“Saya pikir sebagian besar masyarakat di Armenia menyadari bahwa instrumen CSTO benar-benar tidak tergantikan,” kata Peskov. “Pihak Armenia tidak memiliki mekanisme yang lebih baik dari mekanisme ini, kami yakin akan hal itu.” (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...