Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 15:54 WIB | Jumat, 25 September 2015

Putusan MK Soal Pemeriksaan Anggota DPR, Rawan Transaksi

Suasana persidangan Mahkamah Konstitusi. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan penegak hukum jika ingin memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus mendapat izin presiden. Dengan begitu, tak berlaku lagi aturan yang menyebut pemberian izin dapat memeriksa berasal dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Idil Akbar, menilai keputusan tersebut akan menjadikan penyelesaian persoalan hukum menjadi gamang dan panjang. Sebab, keputusan itu akan membuka peluang terjadinya transaksi dan intervensi politik.

“Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan adanya izin Presiden bagi penegak hukum yang hendak memeriksa anggota DPR akan menjadikan penyelesaian persoalan hukum gamang dan panjang,” ujar Idil dalam pesan singkat kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Jumat (25/9).

Dia menilai, apabila Presiden komitmen dengan penyelesaian persoalan hukum dan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum, maka Presiden bisa mengambil sikap mempercepat izin, namun konteks izin seperti itu rawan terciptanya transaksi dan intervensi.

“Jadi, sebaiknya dengan keputusan ini masyarakat tak hanya mengawasi DPR dan penegak hukum saja, tapi Presiden juga perlu terus diingatkan agar tidak memanfaatkan" izin ini untuk kepentingan sendiri ataupun kelompoknya,” ujar Idil.

Sebelumnya, Hakim MK, Wahiduddin Adams, mengatakan ini bukan sesuatu yang baru. Pasalnya, pemberian persetujuan dari presiden ke pejabat negara yang sedang mengalami proses hukum sebenarnya telah diatur dalam sejumlah UU, antara lain UU MK, UU BPK, dan UU MA.

Karena itu, Wahiduddin mengatakan, MK menilai, pemberian izin pemanggilan anggota Dewan dari MKD tidak tepat. Wahiduddin menekankan, MKD adalah bagian dari alat kelengkapan Dewan dan tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.

Mahkamah juga berpendapat, pemberian izin dari MKD akan sarat kepentingan. Sebab, kata Wahiduddin, anggota MKD merupakan bagian dari anggota Dewan itu sendiri.

Selain itu, kata Wahiduddin, putusan ini sebagai bentuk fungsi dan upaya membenarkan mekanisme check and balances antara legislatif dan eksekutif.

"Mahkamah (MK) berpendapat, izin tertulis seharusnya berasal dari presiden, bukan dari Mahkamah Kehormatan Dewan," kata Wahiduddin saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hari Selasa (22/9).

Wahiduddin mengungkapkan, Mahkamah menilai, dengan putusan ini, anggota Dewan yang dipanggil atau dimintai keterangan bisa tetap dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya sebagai anggota DPR. Mahkamah juga berpendapat persetujuan dari presiden harus diterbitkan dalam waktu singkat.

Tidak hanya anggota DPR, MK dalam putusannya juga memberlakukan hal tersebut terhadap anggota MPR dan DPD.

DPRD Persetujuan Mendagri

Sementara itu, pemanggilan anggota DPRD provinsi yang diduga berkaitan dengan proses hukum harus mendapat persetujuan dari mendagri. Adapun anggota DPRD kabupaten harus mendapat izin gubernur.

Dengan begitu, dilanjutkan ketua hakim, yang juga Ketua MK, Arief Hidayat bahwa frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.

"Pasal 245 ayat 1, selengkapnya menjadi pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden," kata hakim Arief.

Mahkamah juga memutuskan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 224 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.

Sebelumnya, Pasal 224 ayat 5 berbunyi, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2, 3, dan 4 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home