Rapor Merah Perlindungan Anak di Dunia Sepanjang Tahun 2018
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – UNICEF atau Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan gagalnya perlindungan anak-anak di kawasan konflik. Ribuan anak menjadi korban perang sedang jutaan lain mengidap malnutrisi.
Laporan tahunan yang diterbitkan UNICEF, Jumat (27/12), mencatat lemahnya upaya perlindungan anak di dunia. Angka kekerasan terhadap anak kian mengkhawatirkan dari tahun ke tahun.
Di Afganistan, sekitar 5.000 anak terluka parah hingga terbunuh akibat perang. Hal serupa terjadi di Suriah dan Yaman. Anak-anak bahkan tewas terbunuh di dalam bus yang hendak mengantarkan mereka ke sekolah.
Di Ukraina timur, sekitar 400.000 anak setiap hari menghadapi ancaman kematian, saat menyeberang area konflik yang dipenuhi ranjau aktif.
Penderitaan anak-anak di berbagai lokasi dinilai telah mencapai level yang ekstrem. ‘‘Pihak yang bertikai berkomitmen melakukan kejahatan tanpa mendapat hukuman. Kini kondisi kian memburuk. Masih banyak yang perlu dan harus dilakukan untuk melindungi dan menolong anak-anak,“ kata Manuel Fontaine, direktur program darurat UNICEF.
Anak-anak juga kerap menjadi korban penculikan atau dijadikan ‘‘senjata‘‘ perang seperti di Somalia, di mana 1.200 anak diculik dan dilatih untuk menjadi ‘tentara‘ perang. Sedangkan di Kamerun 60 anak diculik dari sekolah di Nkwen untuk dijadikan tawanan perang.
Akibat konflik tak hanya kematian, ribuan sekolah ditutup, akses kesehatan pun terbatas. Malnutrisi terjadi, pertolongan terhadap penderita ebola terhambat. Belum lagi angka kejahatan seksual yang terus meningkat.
‘‘Saat perang terjadi, jangan menyerang anak-anak! Setiap pihak memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak. Jika tidak, anak-anak beserta keluarga dan komunitasnya akan terus menderita dan menghadapi kehancuran saat ini dan di masa yang akan datang,“ kata Fontaine. (dw.com)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...