Rare Kampanyekan Konservasi Perikanan Berkelanjutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup yang jatuh pada 5 Juni, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Konservasi Internasional, Rare Conservation, meluncurkan kampanye perikanan berkelanjutan pada hari Rabu (5/6) di Galeri Cemara Menteng Jakarta.
Hadir dalam acara tersebut, Vice President Rare untuk Indonesia Taufiq Alimi, Kepala Sub Direktorat Lahan Basah dan Ekosistem Esensial Kementerian Kehutanan Cherryta Yunia, dan direktur Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Toni Ruchimat.
Taufiq Alimi mengatakan bahwa ada 60 juta orang Indonesia yang peri kehidupannya tergantung pada laut. Bagi masyarakat pantai, laut bukan hanya sumber ekonomi tetapi juga sumber kultural. Tetapi tangkapan ikan dari hari ke hari makin menyusut.
Contohnya, di Muara Angke dulu sekali melaut selama tiga hingga lima hari dapat mengangkut hasil tangkapan hingga satu ton lebih, tetapi sekarang hanya bisa 700 hingga 600 kilogram saja. Selain itu, tangkapan telur ikan di Serang juga turun dalam waktu tidak lama. Pendapatan menurun karena hasil tangkapan makin sulit.
"Bagaimanakah mempertahankan sumber daya yang dimiliki agar dapat hidup lagi, menjadi tumbuh, dan mampu menghidupi? Itulah yang sedang kita coba lakukan," kata Taufiq.
Kesadaran
Karena itu Rare mengampanyekan konsep perikanan berkelanjutan. Dengan cara membuat zona-zona tempat ikan bertelur dan dapat tumbuh besar yang disebut zona inti. Masyarakat dilarang mengambil ikan di kawasan tersebut dan diberi penyuluhan. Selain itu juga diberi penyuluhan agar tidak menangkap ikan dengan bom. Sasarannya adalah mengembangkan kesadaran masyarakat sendiri. Masyarakat yang tumbuh kesadaran akan turut menjaga lingkungan lautnya.
Ketika daerah tempat ikan beranak pinak tidak diambil maka ikan menjadi lebih besar. Hasilnya ikan melimpah ruah, masyarakat menikmati hasilnya. Masyarakat tempat lain yang merasakan manfaatnya kemudian meminta dibuatkan zona-zona inti yang dilindungi.
"Mengapa kehutanan mengurus laut? Kebetulan Kehutanan lahir lebih dulu daripada Kementerian Kelautan dan Perikanan.", kata Cherryta Yunia.
Cherryta Yunia menceritakan bahwa dulu tidak ada yang mengurus soal konservasi alam. Kehutanan mengurusi produksi saja. Sejak ada Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA), kehidupan alam di darat maupun laut diurus kehutanan.
Menurut Cherryta Yunia, kegiatan laut jarang berdiri sendiri. Kegiatan yang di laut itu terpengaruh di hulunya. Munculnya otonomi daerah juga membawa persoalan sendiri. Karena otonomi daerah justru menambah kerusakan hutan hingga 400 persen, terjadi degradasi lingkungan semakin cepat dibanding 32 tahun berkuasa Pemerintah Orde Baru.
"Hasil CBD di Nagoya, Jepang telah menyepakati seluruh negara di dunia yang memiliki perairan akan mengkonservasi 10 persen dari kawasannya masing-masing. Indonesia yang memiliki 310 juta hektar perairan harus mengkonservasi 31 juta hektar. Itu patut dicapai beyond 2020, walaupun kemungkinan tercapai sebelum 2020 bisa terjadi.", kata Toni Ruchimat.
Target konservasi perairan di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2014 hingga 2015 adalah seluas 11 juta hektar. Tetapi kini sudah mencapai 16 juta hektar, melampaui target yang ditetapkan. Persoalannya masih belum dapat mengelola secara efektif kawasan itu.
"Saya sangat mengapresiasi pada daerah-daerah yang dengan kesadarannya mereka dengan kemungkinan peraturan hukum yang ada membuat kawasan konservasi sendiri. Paling tidak, daerah sudah sadar terhadap lingkungannya.", kata Toni Ruchimat.
Warga Batuah Serahkan Seekor Trenggiling ke BKSDA
SAMPIT, SATUHARAPAN.COM- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit Kabupaten Kotawaring...