Resolusi PBB: Hentikan Pernikahan Anak-anak
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menyepakati bahwa semua negara anggota harus lulus dalam menegakkan hukum yang melarang pernikahan anak-anak. Hal itu untuk menghentikan praktik yang terjadi pada sekitar 15 juta anak perempuan setiap tahunnya atau sekitar 41.000 anak setiap hari.
Sidang panitia dengan 193 negara anggota yang membahas hak asasi manusia mengadopsi konsensus resolusi yang mendesak semua negara untuk mengambil tindakan tegas dalam mengakhiri "pernikahan anak-anak, pernikahan dini, dan pernikahan yang dipaksakan."
Menurut data statistis PBB, sekarang ini terdapat lebih dari 700 juta perempuan yang menikah sebelum mereka berusia 18 tahun, dan banyak dari mereka dalam kondisi miskin dan tidak aman.
Menurut resolusi itu, pernikahan dini juga merupakan ancaman serius bagi kesehatan fisik dan psikologis perempuan yang secara fisik belum cukup dewasa. Sebab, hal itu meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan. Juga meningkatkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, serta infeksi menular melalui aktivitas seksual.
Resolusi itu disponsori 118 negara termasuk Mali, Ethiopia dan Republik Afrika Tengah yang termasuk di antara 10 negara dengan tingkat tertinggi pernikahan pada anak-anak.
Paling Umum
Pernikahan pada anak-anak perempuan yang paling umum terjadi di di Asia Selatan dan negara-negara sub-Sahara Afrika. Di Nigeria, Afrika Barat, memiliki angka tertinggi, yaitu 77 persen perempuan berusia antara 20 dan 49 tahun menikah sebelum usia mereka mencapai 18 tahun.
Bangladesh disebutkan sebagai negara dengan sebagian besar perempuan menikah sebelum usia 15 tahun dan India adalah negara dengan angka sepertiga dari semua pengantin anak-anak perempuan di seluruh dunia.
Christine Kalamwina, wakil tetap Zambia, yang dimulai resolusi bersama Kanada, mengatakan bahwa pernikahan anak menghambat upaya dalam memberantas kemiskinan, meningkatkan pendidikan, kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Juga menjadi hambatan dalam mengurangi kematian anak, kesehatan ibu, dan memerangi HIV / AIDS dan penyakit lainnya.
Sikap Iran dan Sudan
Resolusi itu menyerukan agar negara-negara anggota memastikan bahwa pernikahan hanya boleh terjadi dengan persetujuan penuh dari pasangan yang akan menikah. Pasal ini disetujuisecara aklamasi atau tanpa pemungutan suara.
Namun resolusi akan diajukan pada Majelis Umum untuk persetujuan secara penuh bulan ini. Resolusi Majelis Umum PBB bersifat tidak mengikat secara hukum, tetapi dapat meningkatkan tekanan politik terhadap negara yang bersangkutan.
"Ini adalah pernyataan tegas dari masyarakat internasional bahwa pernikahan pada anak-anak tidak akan ditoleransi," kata kelompok ‘’Girls Not Brides’’ (Anak Gadis Bukan Pengantin), sebuah kemitraan global dari lebih 400 organisasi masyarakat sipil.
Jika tidak ada pengurangan diperkirakan 1,2 miliar anak perempuan akan menikah pada tahun 2050, satu angka yang setara dengan seluruh penduduk India. (un.org)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...